Total Tayangan Halaman

Sabtu, 31 Desember 2011

Puisi Sufi : Ruh

Wahai Ruh yang masih bertempat di raga manusia
Bebaskan dirimu dari cengkeraman Hawa Nafsu
Yang sekian lama kau dijajah, dikuasai, diperbudak, diperintah
Kau dijerat dengan kesibukan duniawi
Kau dililit oleh ular-ular Kemaksiatan yang menyenangkan
Kau dimabukkan oleh tenggak-tenggak minuman beralkohol
Yang melupakan ……. Melupakan segalanya
Yang senantiasa tidak bisa berpaling darinya
Yang selalu menggerogoti tubuhmu, tulangmu, dagingmu
Paru-parumu yang setiap hembusan nafasnya memporak-porandakan sistem ingatanmu menuju kesesatan …..
Menggerogoti jantungmu yang setiap detaknya menyanyikan lagu-lagu kemerosotan moral
Menggerogoti kakimu yang setiap langkahnya menjerumuskan ke jurang kehinaan yang menyengsarakan
Menggerogoti hatimu yang senantiasa melupakan anganan dan ingatan kepada Tuhan untuk bertaubat dan bersujud
Kau dirayu oleh rayuan-rayuan gombalnya perempuan pezina
Yang senantiasa menggeser iman dan aqidah ketuhanan
Badanmu yang enak, nafsumu yang merasakan kepuasan
Tetapi jiwamu yang sengsara Ruh mu yang menderita…..
Dan menderita di hari nanti…..
Di hari nanti ragamu kau tinggalkan di liang lahat
Nafsumu lari dari tanggungjawab…..
Tinggal Ruh mu yang menerima akibat dari perbuatan mereka
Maka kasihanilah Ruh mu…..
Bebaskan Ruh mu….. Merdekakan Ruh mu
Bebaskan Ruh mu dari perbuatan maksiat dengan bertaubat nasukha
Bebaskan Rohmu dari jeratan tali-tali narkoba dengan istighfar
Bebaskan Rohmu dari belenggu minuman beralkohol dengan Dzikrullah,….. Bertafakur,….. dan berserah diri kepadaNya
Berlutut, bersujud, kepadaNya
Merdeka ……..
Rohmu merdeka
Bebas kemana-mana
Bertahtalah di singgasana Qolbu
Yang merajai di seluruh wilayah badan wadagmu
Kau penuhi dengan tentara-tentara
Tentara-tentara………Dzikrullah……..
Tuk melawan “musuh di balik selimut dan musuh yang nyata” serta hawa nafsu dan keinginan yang sesat
Puisi Sufi : Ruh

Sekilas Pengertian Ruh, Jiwa dan Nafs

Ada yang bertanya sohib FB via Inbox perihal Roh, Jiwa dan Nafs, sedikit saya coba jawab sebelumnya mohon maaf bila banyak kekurangan karena keterbatasan saya.
Sering kita mendapati kata-kata atau kalimat bahasa Indonesia yang tidak mampu mengisi makna atau padanan kata yang sesuai dengan bahasa Arab, Inggris, atau Perancis. Sehingga sampai sekarang kita terkadang bingung dengan istilah-istilah asing yang kalau diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi rancu dan aneh. Seperti pada kata qalb, diterjemahkan menjadi hati, hati kecil, hati nurani dan lain-lain seakan-akan hati itu ada beberapa macam lapisan, sebenarnya qalb itu sifat dari jiwa, dan jiwa itu termasuk An nafs (badan, sosok, wujud /berwujud /berbentuk /berupa).
Disini sepertinya ada kekeliruan, "An Nafs" hanya diartikan Jiwa, padahal badan rahasia ini pun disebut An nafs (sosok, wujud kasar/ badan kasar). Roh adalah rahasia Tuhan yang di tiupkan kepada nafs (jiwa atau badan). Roh ini menyebut dirinya AKU, yang disebut bashirah (yang mengetahui atas jiwa, qalb, rahasia dan lain-lain. – lihat tafsir Shafwatut Attafaasir surat Al Qiyamah: 14).

Baiklah agar tidak bingung, mari kita bahas satu persatu menurut dalil qoth'i.

Apakah roh itu ?
Mengapa Allah merahasiakan Roh dan mengaitkannya dengan Roh-Nya, dan didalam Alqur'an
termasuk kelompok ayat-ayat mutasyabihat (makna yang dirahasiakan), karena pada ayat tersebut terdapat kalimat Roh manusia adalah Roh yang ditiupkan dari ROH-KU (Min ruuhii) arti harafiahnya adalah Roh milik Allah. Akan tetapi para mufassir menterjemahkan Roh ciptaan
Allah.

Saya tidak berani menafsirkan karena dari segi tata bahasa ayat ini termasuk kalimat mutasyabihat, tidak ada menunjukkan bahwa Roh itu ciptaan Allah, karena itu saya tidak berani menterjemahkan kalimat ini - sebab Allah sendiri melarang meraba-raba atau mereka-reka separti apa roh itu .Kecuali hanya boleh merasakan bahwa di dalam diri ini ada yang melihat (bashirah) setiap gerak-gerik jiwa dan pikiran serta perasaan kita. Dan bashirah bersifat fitrah (suci) karena ia selalu bersama dan mengikuti amr-amr (perintah) Tuhannya.

"Maka apabila telah Aku menyempurnakan kejadiannya dan telah kutiupkan kedalamnya Ruh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud." (Al Hijr,29)

An Nafs adalah yang memiliki bentuk atau wujud atau susuk yang tergambarkan, yang diciptakan dari unsur alam yaitu min sulaatin min thiin (ekstrak alam), sedangkan Roh bukan tercipta dari unsur alam ataupun dari unsur yang sama dengan Malaikat maupun Jin, sehingga mereka hingga kini tidak mengetahui dari unsur apa roh manusia diciptakan. Bahkan Allah membiarkan para Malaikat dan Syaitan tak berhenti berfikir penasaran, apakah gerangan yang menyebabkan manusia memiliki kedudukan lebih tinggi dari bangsa malaikat dan Syaitan serta makhluk-makhluk yang lainnya, Allah hanya berkata :

"Inni a'lamu maa laa ta'lamuun … Aku lebih mengetahui dari apa-apa yang kalian tidak ketahui." (QS. Al Baqarah: 30).

Para malaikat protes atas kebijaksanaan Allah yang dianggap tidak masuk akal, dengan perasaan ragu mereka akhirnya mengungkapkan rasa penasarannya kepada Allah … taj'alu fiiha man yufsidu fiiha wayasdikuddimaa'wanahnu nussabbihu bihamdika nuqaddisulaka?

Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakkan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senatiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?

Tuhan berfirman : "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al Baqarah: 30 )

Rahasia roh ini ditegaskan oleh Allah dalam surat Al Isra' : 85

"Dan mereka bertanya kepadamu tentang Roh, katakanlah : Roh itu termasuk urusan-Ku (amr-Tuhanku) dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit ."

Seperti apa yang sebutkan diatas saya tidak berani menafsirkan, apakah Roh itu, apa lagi menterjemahkan sebagai Roh ciptaan-Ku. Saya akan tetap mengikuti arti lafadz aslinya yaitu Ruuhii (Roh-Ku) karena disana disebutkan kalian tidak memiliki pengetahuan tentang Roh kecuali hanya sedikit sekali.

Dan roh ini memiliki sifat yang Mengetahui, seperti pada surat : Al qiyamah ayat : 14 “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri (nafs). Di dalam nafs (diri) manusia ada yang selalu tahu, yaitu Aku. Yaitu Roh manusia yang menjadi saksi atas segala apa yang dilakukan nafsinya (diri). Ia mengetahui kebohongan dirinya (nafs), kemunafikan, rasa angkuhnya, dan rasa kebencian hatinya. Karena itu sang roh disebut min Amri rabbi – selalu mendapatkan intruksi-instruksi Tuhan-Ku. Mengapa demikian ? karena ia tidak pernah mengikuti kehendak nafsunya dan tidak pernah menyetujuinya tanpa kompromi sedikitpun.

Ialah disebut fitrah yang suci, dan fitrah manusia selalu seiring dengan fitrah Allah (QS.Ar Rum:30)

Jadi jika manusia mengikuti fitrahnya, maka ia akan selalu mengikuti kehendak illahi.

Kemudian Apakah Nafs itu ? Nafs mempunyai beberapa makna :

Pertama, Nafs yang berkaitan dan tumpuan syahwat atau hawa (hawa berasal dari bahasa Arab yang tercantum dalam Alqur'an, wanaha An nafsa `anil hawa - dan ia menahan dirinya (fisiknya) dari keinginannya (hawanya) (An Nazi'at : 40-41). Yaitu hawanya mata, hawanya telinga, hawanya mulut, hawanya kemaluan, hawanya otak dan lain-lain. Hawa-hawa atau syahwat, selalu berkecenderungan kepada asal kejadiannya iaitu sari pati tanah – dengan demikian An nafs berarti fizik (tanah yang diberi bentuk). Dia akan bergerak secara naluri mencari bahan-bahan unsur asal fiziknya, ketika kekurangan energi atau kekurangan unsur-unsur asalnya maka ia akan segera mencari atau secara naluri ia akan berkata, saya lapar, saya haus !!

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari ekstrak yang berasal dari tanah." (QS. Al Mukminun:12)

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari Lumpur hitam yang berstruktur (berbentuk), maka apabila Aku telah meniupkan kepadanya Roh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud." (QS. Al Hijir: 28-29)
An nafs arti fisik yang mempunyai bahan dari ekstrak tanah yang mempunyai bentuk .

Kedua, An Nafs berarti : Jiwa ,- jiwa mempunyai beberapa sifat,
Nafs Lawwamah (pencela),
Nafs Muthmainnah (tenang), Nafs Ammarah bissu' (sentiasa menyuruh berbuat jahat).
Yaa ayyatuhannafsul muthmainnah ….. (QS. Al Fajr : 27-28)
Wala uqsimu binnafsil lawwamah …(QS. Al Qiyamah:2)
Wama ubarriu nafsii, innannafsa laammaratun bissuu' (QS. Yusuf:53)

Sedangkan Qalb, artinya sifat jiwa yang berubah-ubah, tidak tetap. Terkadang ia bersifat muthmainnah, kadang juga lawwamah, atau berubah menjadi ammarah bissuu' Watak seperti inilah yang dimaksud dengan QALB (berbolak-balik), jadi keliru kalau dikatakan qalb itu adalah wujud karena dia bukan jiwa, akan tetapi merupakan sifatnya jiwa yang selalu berubah-rubah.

Jiwa yang mempunyai sifat berubah-rubah inilah, dinamakan Qalbun sedangkan jiwa yang selamat disebut Qalbun salim (selamat dari sifat yang berubah-rubah)- illa man atallaha biqalbin saliim - kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat. (QS. Asy Syura: 89)
An nafs (jiwa ) memiliki alat-alat, Pikiran, Perasaan, Intuisi, Emosi, dan Akal. Sedangkan An Nafs (fisik) memiliki alat-alat : Penglihatan (mata), Pendengaran (telinga), Perasa (lidah), Peraba, Penciuman (hidung).

Selanjutnya saya akan menguraikan kitab Barnabas berikut ini :

"…kemudian berkata Isa, demi Allah pada hadirat-Nya Rohku berdiri, banyak yang sudah tertipu mengenai kehidupan kita. Karena demikian saling merapatnya antara Roh dan perasaan telah berhubungan bersama, hingga sebagian besar manusia mengiyakan Roh dan perasaan itu menjadi satu dan hal yang sama, hanya terbaginya dalam penugasan sedangkan tidak dalam wujud, menyebutkannya sensitive (rasa perasaan), vegetative (tubuh yang tumbuh) dan intellectual soul (Roh berfikir, cerdas akal). Tetapi sungguh aku katakan kepadamu, roh itu adalah satu, yang berfikir dan hidup. Orang-orang dungu, dimanakah akan mereka dapatkan roh akal tanpa kehidupan ? tentulah keadaan ketidaksadaran, apabila rasa perasaan meninggalkannya."

Thaddeaus menjawab, "O Guru, apabila rasa perasaan (sense) meninggalkan kehidupan (life) seorang manusia tidak mempunyai kehidupan."

Ayat diatas menjelaskan banyak orang tertipu mengenai kehidupan, sesungguhnya Roh itulah yang menyebabkan orang itu hidup dan berfikir dan memiliki perasaan (sense), tubuh yang bergerak dan tumbuh, berfikir dan berakal. Semuanya itu karena adanya Roh. Dan Thaddeaus menyimpulkan bahawa jika manusia tidak memiliki Roh maka tidak akan ada kehidupan pada dirinya. Berarti rasa (sense) intellectual soul merupakan instrument roh.

Kemudian pada pasal 123
Ketika semua duduk, Isa berkata lagi, ALLAH kita untuk memperlihatkan kepada makhluk-makhluk-Nya kasih sayang-Nya dan rahmat serta Maha Kuasa-Nya, dengan Maha pemurah dn Maha Adil-Nya, membuat sesunan dari empat hal berlawanan yang satu dengan yang lain, lalu menyatukannya dalam suatu tujuan ahkir, itulah manusia dan ini adalah tanah, udara, air dan api. Supaya tiap-tiap satu sama lain menenangkan pertentangannya. Dan dari empat benda ini, dia menjadikan sebuah kendi (bejana) itulah tubuh manusia, daging, tulang-tulang, darah, sum-sum dan kulit dengan saraf-saraf dan pembuluh-pembuluh darah, dan dengan semua bagian-bagian dalamnya; dalam tempat itu Allah meletakkan ROH dan rasa perasaan, laksana dua tangan dari hidup ini. Memberikan tempat kepada rasa perasaan pada setiap bagian tubuh untuk itu menebarkan dirinya disana separti minyak. Dan kepada Roh, dia memberikan untuk tempatnya hati, yang bersatu dengan perasaan, dialah akan menerima seluruh kehidupan itu.

Ayat ini menerangkan penciptaan manusia seperti terdapat di dalam Al Qur'an surat Al Hijir 28-29, sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan kedalamnya Roh-Ku , maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud ,
Surat Al mukminun: 12 , berasal dari ekstrak tanah

Surat Al hajj : 5, manusia dari turab (berupa debu)
Surat Ar Rahman : 14 , dari tanah liat yang kering separti tembikar.
Pasal 179, dikatakan Roh itu bersifat universal dan besarnya 1000 kali lebih besar dari seluruh bumi.

Sebenarnya pasal ini hampir sama dengan keterangan saya pada bab hakikat manusia, bahwa jiwa adalah bersifat sangat luas dengan identitas dirinya yang dipanggil sebagai feminin karena sifatnya yang universal - Ya Ayyatun nafsul muthmainnah - wahai jiwa yang tenang. Penggunakan Ya nida'(Ayyatuha) atas jiwa sebenarnya biasa digunakan untuk memanggil wanita, juga untuk panggilan (nida') sesuatu yang sangat luas berdasarkan dalil kullu jam'in muannatsin - sesuatu yang bersifat universal atau luas disebut muannats (feminin).

Misalnya, jannatun (syurga), samawat (langit), Al Ardh (bumi), Al jamiat (universal).

Hampir jarang orang menyadari akan dirinya sebenarnya sangat luas, akan tetapi kesadaran ini telah lama menyesatkan fikiran kita yang menganggap bahwa diri kita sebatas apa yang tergambar secara kasat mata saja, padahal lebih dari yang ia bayangkan, bahwa manusia baik logam, tumbuhan dan gunung adalah sebetulnya terdiri dari suatu untaian kejadian-kejadian atau proses. Dimana segala alam lahir ini tersusun oleh senyawa-senyawa kimiawi yang dinamai zarrah (atom). Dan atom-atom ini dalam analisa terakhir adalah satu unit tenaga listrik, yang energi positifnya (proton) berjumlah sebanyak energi negatifnya (electron) di dalam atom ini-setiap detik terjadi loncatan dan pancaran (chark and spark) secara terus menerus. Itulah semburan-semburan yang tidak ada hentinya dari daya listrik. Manusia tidak mampu melihat semburan atau loncatan yang tidak putus-putus dengan kecepatan yang sangat luar biasa ini dengan kasat mata biasa, kecuali dengan kesadaran ilmu yang cukup - sebagaimana Al qur'an mengungkapkan tentang gunung yang dianggap oleh orang awam separti diam tak bergerak :

"Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap ditempatnya, padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awam." (QS. An Naml:88)

Secara fisik, manusia bersifat luas dan rohani meliputi keluasan alam semesta.

Tabiat,Naluri Fitrah

Tabiat
Kata tab’ atau tabi’at, biasanya digunakan dalam kaitannya dengan eksistensi tak bernyawa. Dan apabila dipergunakan pada eksistensi bernyawa maka hal ini dikarenakan adanya ke-universal-an antara eksistensi bernyawa dengan yang tak bernyawa. Para filsosof dalam salah satu pembagiannya telah membagi fa’il (pelaku/subyek) menjadi dua bagian yaitu: fa’il tabi’i (natural) dan fa’il iradi (mempunyai kehendak).
Fa’il tabi’i adalah eksistensi-eksistensi yang secara natural mempunyai kelayakan efek yang khas dan tertentu. Tetapi, tidak mempunyai kehendak dalam dirinya sendiri untuk melahirkan pengaruh tersebut. Misalnya “es” apabila diperhadapkan dengan “dingin”, maka hal ini termasuk dalam fa’il tabi’i.
Dalam kaitannya dengan manusia: “sexsual desire (hasrat seksual)” misalnya; merupakan sebuah hal yang wajar, dan secara alami bagi manusia mamiliki kelayakan atasnya”. Bahwa manusia tidak mempunyai kemampuan sendiri untuk memunculkan keberadaan atau ketiadaan hasrat seksualnya, meskipun dia mempunyai kekuasaan dalam mempergunakan dan memanfaatkannya.
Naluri
Kata ini lebih banyak dipergunakan dalam kaitannya dengan hewan selain manusia, dan sama sekali tidak dipergunakan pada in-organik dan tumbuhan. Tetapi kadangkala  dipergunakan pula pada manusia. Meskipun hingga sekarang belum jelas substansinya. Tetapi secara global biasanya yang dimaksud dengan instink (biasa pula diistilahkan dengan gharizah dan naluri) adalah sebuah keadaan setengah sadar yang ditemukan pada binatang, yang   dipergunakan untuk menuntun mereka dalam menjalani kehidupan. Misalnya lebah yang membuat rumah dengan konstruksi dan arsitektur yang detail dan cermat, cara anak binatang menyusu dari induknya dan hal-hal semacamnya, dinamakan instink.
Fitrah
Kata ini sangat jarang dipergunakan pada selain manusia. Aspek-aspek fitri ini, merupakan aspek yang berhadapan dengan instink dan jiwa manusia. Dan posisinya berada dalam  esensi manusia. Instink dan fitrah, keduanya biasa  dipergunakan pada manusia. Hanya saja, instink dipergunakan dalam batasan materi dan hewani. Sedangkan fitrah, dipergunakan pada masalah-masalah trans-hewani, hasrat, serta keinginan-keinginan yang lebih tinggi dan lebih suci. Persamaan antara fitrah, instink dan tabi’at adalah ketiganya merupakan masalah takwini yang berbaur dengan penciptaan eksistensi. Perbedaannya adalah tabi’at lebih luas dari lainnya apabila dilihat dari obyek penggunaannya. Karena instink dan fitrah sama sekali tidak bisa dipergunakan dalam in-organik dan tumbuhan. Sedangkan tabi’at tidak demikian. Dapat dikatakan bahwa kekhususan instink terletak pada penggunannya yang berada pada batasan dimensi kehidupan materi hewan. Sedangkan fitrah, dipergunakan khusus pada manusia dengan dimensi-dimensi kehidupan mukaddas dan kemuliaannya.
Surga Makalah®
*Dikutip dari berbagai sumber

RUH

RUH
Al-Israa'(17): 85 ”Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh.
Katakanlah: ‘Roh itu urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit’.
Roh adalah suci, ciptaan Allah, sehingga dikategorikan sebagai Makhluk. Jadi roh dalam diri jasad manusia bukanlah Allah itu sendiri.
“Maka apabila telah Aku menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan 
kedalamnya Roh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud“ (Al Hijr:29)
Pengertian “roh KU”? Roh milik Allah. Roh ciptaan dan milik Allah, yang ditiup masuk oleh Allah ke dalam Jasad manusia. Bila manusia meninggal maka roh ini akan kembali ke Sang Pencipta. Nafakh ruh
“akan tetapi di dalam diri manusia ada bashirah (yang tahu)"(QS 75:14).
Kata bashirah ini disebut sebagai yang tahu atas segala gerak manusia yang sekalipun sangat rahasia. Ia biasa menyebut diri (wujud)-nya adalah "Aku".
Tidak ada yang namanya Roh (Roh) jahat, ataupun lainnya. Sesungguhnya Roh itu selalu mengajak jiwa ke jalan yang lurus, tetapi syaitan sangat gigih menyeru segala yang dimiliki jiwa agar sesat.
Firman ALLAH dalam Al-Qur’an: Syaitan adalah musuh yang nyata
Kemana Tubuh Fisikal, Eterik, Jiwa dan ROH Pergi Ketika Meninggal Dunia?
Kembalinya Roh - ROH, yang saya tidak tahu sedikitpun tentangnya, akan terus kembali kepada Sang Pencipta.
Kembalinya Tubuh Fisik - Tubuh Fisikal yang tersusun dari material duniawi akan kembali menjadi bahan-bahan tanah. Tidak ada lagi kesadaran yang tersisa. Tak ada lagi cerita.
Tubuh Jiwa, kemana perginya? - Kemana perginya sangat tergantung dengan Keyakinan dan Laku Amal-Ibadah yang dilakoninya selama hidup didunia. Ketika kita memuja (membuka hati kepada) mahluk lain bukan kepada Allah SWT, kita mempersembahkan energi kita kepada sesama mahluk, baik manusia ataupun mahluk lain walau mereka berada di dimensi yang lebih tinggi, maka secara langsung kita membatasi diri kita sendiri dan potensi spiritual kita. Setiap saat kita membuka hati kita untuk hal/mahluk lain selain untuk berhubungan langsung dengan Allah SWT, maka kita tersesat dari tujuan hidup yang sebenarnya.
Orang yang menghambakan diri, menggadaikan diri kepada selain Allah Yang Maha Esa, akan ditarik janji gadainya. Orang yang mencari pesugihan di 

gunung, akan ditagih jiwanya sebagai balasan kekayaan material yang 

didapatnya selama hidup oleh penunggu gunung tsb.

Orang atheis, kafir yang tidak percaya adanya Allah SWT, apalagi suka berbuat 
zalim, Jiwanya gelap matanya buta dan telinganya tuli. Tidak bisa melihat dan 
mendengar apa-apa. Jiwanya akan menunggu dalam dimensi kegelapan, 

hingga sangkakala berbunyi.
Orang yang beriman, yang berserah diri, yang suci, Yang mati sahid, Jiwanya akan langsung terbang, entah menuju dan menunggu dilangit yang mana. Tingginya langit yang bisa disambangi, tingginya syurga yang akan didiami, berbanding lurus dengan Kemurnian Tauhid yang diyakini dan dijalani.
Dengan demikian terserah kepada diri kita masing-masing. Apakah kita akan mengotori jiwa kita atau justru membersihkannya?

JIWA


JIWA
"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku". (Al Fajr :27-30)

Aku sangat tersentuh dengan ayat ini. Ada kerinduan yang dipanggil oleh Allah dengan mesra.Tapi mungkinkah? Karena jiwa masih pekat dengan noda dosa, sangatlah sulit untuk membuatnya menjadi cemerlang. Masih sering terngiang di telinga akan pesan Allah dengan firman-Nya :

"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (Asy Syams:9-10)


Jiwa mampu menyimpan semua memori dari semenjak lahir sampai jasad meninggal. Bagai sebuah server besar, mampu menyimpan miliran data. Tidak ada yang luput dari server ini, semua tersimpan dengan baik. Baik data kejahatan maupun data kebaikan. Berbeda dengan memori otak yang sangatlah terbatas. Misalnya kita disuruh untuk menghafal jenis mobil dan warnanya yang kita jumpai sepanjang perjalanan dari rumah sampai ke kantor. Sudah tentu terbatas sekali yang dapat kita hafalkan. Namun bila jiwa yang bersih, sangatlah tepat. Jangankan jenis mobil dan warnanya terhafal dengan baik bahkan dijalan apa dan pada jam berapa kita menjumpainya.

Data kejahatan membuat jiwa menjadi redup cahayanya atau bahkan padam sama sekali.

Sedangkan data kebaikan membuat jiwa menjadi bersinar terang. Dan sinar ini mampu

menghalau cahaya gelap. Dan di akhirat kelak data di server ini akan di tampilkan semua. Didalam perintah Running DOS kita biasa mengetikkan perintah DIR, maka semua file2 akan muncul.

Begitu pula dengan jiwa, semua akan ditampilkan sebutir-butirnya dari yang sekecil-kecilnya. Namun sebenarnya file kejahatan tidak semuanya akan ditampilkan. Karena ada fungsi Delete File atau Hidden File. Siapa yang bisa melakukan ini. Ya…pasti pemilik server tentunya Allah Rabbul Alamin. Dia mengampuni siapa yang di kehendakiNya.

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Az Zumar:53)

Semakin terang cahaya jiwa, semakin dekatlah ia kepada Allah. Dan semakin berat pula Godaan iblis. Karena iblis akan selalu mengirimkan pasukannya silih berganti untuk melalailkan sang jiwa ini. Dan jangan ditanya berapa banyaknya. Semakin bersih jiwa semakin kuat iblis yang dikirimkan.

Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri
mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).
 (Al A'raaf:16-17)

Banyak yang tersalah pengertian antara JIWA (nafs) dan ROH. Banyak yang menganggapnya sama, padahal sesungguhnya keduanya sangat berbeda. Jiwa adalah badan halus manusia, yang bisa pergi – keluar dari Jasad fisik, ketika manusia sedang bermimpi, atau ketika Out of Body Experience atau PLB – Perjalanan Luar Badan. Jiwa, merupakan tubuh halus manusia. Jiwa memiliki perangkat-perangkat yang menyebabkan manusia dicap sebagai makhluk sosial, makhluk cerdas (Aqal), makhluk spiritual (Qolbu). Jiwa yang menanggung semua akibat perbuatan tubuh fisikal dan tubuh dalam.

Jiwa diciptakan sempurna tanpa cacat. Tidak ada yang terlahir sakit jiwa. Tidak ada bayi cacat. Jiwa adalah putih bersih ketika dilahirkan, lingkungan dan pengalamanlah yang membuatnya tetap putih atau kotor.

~ Komponen yang dimiliki jiwa: Nafsu (syahwat, emosi), Hasrat (keinginan, ego), Aqal, Qolbu dll.

~ Indera Jiwa sering disebut pula sebagai Indera batin. Jiwa juga memiliki indra penglihatan dan pendengaran. Dari situlah syaitan (dan jin) memberikan pengaruhnya ke jiwa, berupa suara-suara dihati kita yang mengajak ke perbuatan negatif.

~ Qolbu adalah Jantungnya Jiwa. Qolbulah yang menentukan baik-buruknya Jiwa.

~ Gelap-terangnya Jiwa. Sesungguhnya Ruh itu selalu mengajak Jiwa ke jalan yang lurus, tetapi setan sangat gigih menyeru peralatan Jiwa agar sesat.

Firman Allah dalam Al-Qur’an : "Setan adalah musuh yang nyata"

Suara-suara di Qolbu (hati) adalah Suara si jiwa sendiri, Suara Roh kita, Suara makhluk lain.

Tingkatan Kesadaran Jiwa, secara garis besar, ada 7 (tujuh) lapisan yang membatasi antara Jiwa dan Roh, yang berhubungan dengan tingkatan kesadaran Jiwa. Lapisan tersebut hanya bisa ‘terbuka’ dengan melalui sedikit cara. Salah satu caranya adalah dengan ‘keseriusan’ berupaya membersihkan diri, membersihkan Jiwa, membersihkan Qolbu (hati) dengan NIAT mendekatkan diri kepada ALLAH SWT - Sang Khalik. Atau merupakan sebuah anugerah karunia-NYA (given). Lapisan ini berubah pula menjadi hijab kalau kotor. Bila pada lapisan 1 yang kotor (hijab) berakibat komunikasi antara Jiwa dengan Ruh terganggu. Muncullah penyakit non-fisik/kejiwaan (nafs) seperti pemarah, kejam, nafsuan, dll).

Lapisan2 Nafs Lawwamah, Ammarah-bissu, dan nafs Muthmainah, terbukanya (bersihnya) masing-masing lapisan tersebut, akan menumbuhkan kesadaran dan kemampuan Jiwa yang lebih tinggi [orang bilang ilmu laduni – kaleee ?].

"Kesadaran tertinggi dari Jiwa adalah Kesadaran Ruhiah - Illahiah. Inilah yang didambakan oleh para pejalan spiritual.

Rabu, 28 Desember 2011

Situs Wajo, Situs Yang Terlupakan

Situs Wajo, Situs Yang Terlupakan

Wajo, Sulsel - Desa Tosora, Kecamatan Maja Ulang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, hanyalah sebuah desa kecil dengan penduduk sekitar 400 jiwa. Sekitar 1 jam perjalanan dari Kota Sengkang, ibukota Kabupaten Wajo. Desa ini pernah menjadi saksi bisu masa keemasan Kerajaan Wajo, sekitar abad ke-16 dan 17.
Selintas, barangkali tak terbayang, Desa Tosora pernah menjadi ibukota kerajaan yang konon bertahan hingga 45 keturunan tersebut. Berbagai peninggalan yang tersisa dari Kerajaan Wajodi Tosora ini pun telah diresmikan sebagai cagar budaya. Namun, saat ini kondisinya sungguh memprihatinkan.
Barangkali di luar masyarakat Bugis, nama Wajo tidaklah terlalu dikenal. Padahal, kisah kepahlawanan Raja Wajo seperti La Tanrilaik Tosengngeng yang diberi gelar Arung Matowa ke-23, sungguh patriotik. Arung Matowake - 23 inilah yang secara bulat memihak Sultan Hasanuddin dari Kerajaan Gowa, dan menolak Perjanjian Bungaya 1 November 1667 antara Raja Gowa yang dipimpin Sultan Hasanuddin, dengan VOC yang dibantu Kerajaan Bone dan Sopeng.
Menurut catatan sejarah yang ditulis Prof Dr. Zainal Abidin bagi Kerajaan Wajo, penolakan Perjanjian Bungaya bukan tanpa alasan. Kerajaan Wajo menganggap bersekutunya Bone yang dipimpin Arung Palakka dengan VOC Belanda, telah melanggar perjanjian bersama yang disebut Tellumpoccoe, yang mempersatukan Bone, Wajo dan Sopeng.
Selain itu Arung Matowa yang memerintah dari 1658 sampai 1670 juga merasa terancam dengan tingkah polah Raja Bone, Arung Palakka yang menganut tarikat ekstrim yang lambat laun akan menyerang Wajo.
Akhirnya, Kerajaan Wajo, di bawah kepemimpinan Arung Matowake-23 yang merupakan menantu Sultan Hasanuddin dari Gowa, berperang melawan 2 kerajaan, yakni Bone dan Sopeng, yang mendapat bantuan dari VOC. Terjadilah perang yang memakan waktu berbulan-bulan. Lambat laun, Kerajaan Wajo pun terdesak, digempur oleh kekuatan yang jauh lebih besar. Perlahan beberapa daerah bawahan Wajo berbalik memihak Raja Bone. Arung Matowapun gugur dalam pertempuran ini.

Sejak Wajo kalah bertempur dengan Bone. Itulah, rakyat Wajom engalami kesulitan ekonomi berkepanjangan. Kelaparan dan penderitaan terjadi di mana-mana. Tahun 1949 adalah tahun berakhirnya pemerintahan Kerajaan Wajo, seiring dengan beralihnya sistem kerajaan ke sistem republik. Andi Mangkona ke - 45 menjadi raja terakhir Kerajaan Wajo.
Kini, sisa-sisa Kerajaan Wajo bagai sebuah reruntuhan biasa yang tanpa makna. Hampir semua makam Raja Wajo, tidak memiliki tanda atau semacam tulisan Bugis kuno. hanya sebongkah batu besar sebagai tanda.
Tidak jauh dari makam Arung Matowake - 23, terdapat reruntuhan yang awalnya adalah sebuah mesjid. Dibangun tahun 1621, terbuat dari ribuan putih telur. Menandakan Agama Islam sudah masuk ke Wajo sejak awal abad ke 16. Mesjid yang kini terdapat di belakang kantor Desa Tosora, dengan luas 35 kali 30 meter persegi ini, kini hanya meninggalkan sisa-sisa batu, dimana ribuan putih telur dipakai sebagai perekat batu tersebut. Sementara bangunannya yang terbuat dari kayu sudah habis di makan zaman.
Walaupun sisa peninggalan Raja Wajo tidak semegah seperti peninggalan Sultan Hasanuddin di Gowa, atau Arung Palaka di Bone, raja-raja di Wajo yang bergelar Arung Matowa ini telah menorehkan sebuah kisah perlawanan terhadap kolonialisme di Sulawesi. Namun sungguh sayang Ssitus Wajo di Tosora tidak mendapat perhatian serius dari aparat setempat. Teronggok,tersia-sia.(Idh)