Yang Sebenar Diri
Yang sebenar benar diri itu nyawa
Yang sebenar benar nyawa itu ruh.
Yang sebenar benar ruh itu nur Muhammad
Yang sebenar benar nur Muhammad itu sifat
Yang sebenar benar sifat itu zat (zat hayat)
Yang sebenar benar zat itu diri
Yang sebenar benar sifat itu rupa
Tapi bila kita mendakwa kepada ruh, maka teruskanlah kepada zat dan sifat allah. Supaya jangan terdinding kepada allah apabila sudah kita tembuskan kepada zat dan sifat allah, itulah tubuh orang ma’rifat yang sebenarnya. Kalau sudah sampai kepada diri yang sebenarnya atau diri bathin, barulah bathin dapat melihat bathin. Disini dapatlah orang yang sampai itu melihat perjalanan ruh/rohani. Adapun yang disebut roh idhofi itu berbadan Muhammad. Disini hamba tambahkan pula tentang nama-nama roh yang patut dikenal: seperti roh idhofi, roh mukayyat, dan roh mutlak. Dan yang pertama tadi disebut roh idhofi. Dan yang disebut roh/nyawa itu tadi disebut juga roh mukayyat. Yang disebut roh mutlak itu adalah roh robhani itu adalah roh tuhan allah.
Kalau orang yang hanya sampai kepada roh mukayyat atau yang disebut nyawa itu: artinya yang belum meneruskan kepada zat dan sifat allah ta’ala.
Maka orang yang telah meneruskannya kepada zat dan sifat allah itulah yang disebut roh mutlak. Atau lazim disebut oleh kaum sufi dengan ruhul kudus atau ruhul haq, ruhul amin.
Jadi seorang wali allah yang berada pada tingkat atas darinya bertubuh sir, dan berubah-ubah tuhan. Yang disebut sir dan roh itu ialah : zat allah dan sifat allah. Dengan adanya zat dan sifat itu lalu kita ingat kepada kalimah yang berbunyi ah, ah, ah, ah, ah, ah, ah. Disini ada dua huruf, yaitu huruf alif dan huruf ha. Alif itu berarti ujud, dan h itu berarti hayat. Tiap-tiap hayat tentunya dengan ujud. Setiap ujud dan hayat, pasti dengan namanya pula. Dan setiap ada ujud, hayat dan asma, tentu ada af’al jadi susunannya yang sebenarnya itu adalah : zat, sifat, asma, dan af’al itulah yang bernama allah dan akhirnya kalimah la illha ilallah itulah yang bernama zat sifat asma dan af’al. inilah rahasia bathin dan zahir syariat dan hakikat. Hamba dan tuhan, abid dan ma’bud, khalik dan makhluk. Zat dan sifat tiada boleh pisah, begitu juga tidak boleh sekutu. Ia seperti naïf dan isbat jua adanya dan masa lalinya rasa, kita lupa dan kita tidak ingat lagi yang sebagai macam, itulah yang bernama idhafat ma’allah artinya : hilang semuanya dan tidak
Ketinggalan walau sebesar atom. Maka ini hamba disebut dengan makam : penelanjangan tuhan. Sekarang baiklah kita teruskan kepada membicarakan tentang yang lainnya. Adapun cita-cita dan rasa perasaan masalah berbagai bathin dan zahir sekalian tubuh itu lahir dan bathin. Sebab karena yang dipuji itu jatuhnya kepada tubuh bathin dan zahir. Inilah jadinya kedalam diri kita, bilangan tatkala allah ta’ala itu bersifat dengan sifat, kata ain. Jadi kesimpulannya ialah yang memuji ia yang dipuji. Ia yang menyembah dan ia juga yang disembah. Karena ahadiyah, wahdah, dan wahadiah adalah Esa. Jadi disini boleh di kata : puji qadim bagian qadim, puji hadist bagi qadim. puji qadim bagi hadits. Dan puji hadits bagi hadits. Bagi orang yang paham tentan rahasia ma’rifat itu, tidak ada lagi syakan ragu atas kata-kata yang diatas ini tadi sebab dalam ilmu hakikat ada kesimpulan yang berbunyi wahadiah, wahdah, wahidiyah, adalah Esa. Jadi Muhammad, adam adalah Esa.
Kamilpun allah jua. Muhammad dan adapun ada hakikatnya : jadi pada hakikatnya manusia ini adalah rahasia Tuhan menurut bentuk dan surahnya sendiri. Makadari itu tuhan memerintahkan kepada malaikat supaya sujud kepada adam a.s.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar