Pappejeppunna Ana OgiE
Jati diri suatu suku bangsa, ditentukan oleh budaya suku bangsa itu, begitu pula halnya dengan Suku Bugis. Budaya yang menjiwai orang orang Bugis, bukan hanya menyangkut, adat istiadat, atau hubungan antar sesama manusia,tapi juga hubungan manusia dengan Tuhannya. Gabungan dua kutub , yaitu hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan Tuhannya, menyatu dalam jiwa manusia Bugis sebagai perwujudan budaya,dalam kehidupan. Ada satu hal pemahaman dalam budaya mereka ketika ia berdiri pada sebuah keyakinan dengan memegang prinsip bahwa ; Seddimi Tau, Watanna mi maega artinya, Pada hakikatnya manusia hanya satu, hanya raganya yang banyak. Rupanya pemahaman inilah yang kemudian melahirkan sebuah bentuk ilmu tasawuf versi Bugis, yang disebut Ilmu Pappejeppu. Pengertian seddimi tau atau manusia hanya satu, hanya dipahami oleh orang orang yang mengenal dan yang mendalami ilmu pappejeppu, Didalam ilmu pappejeppu, dikenal bahwa dalam diri manusia, disamping raganya, juga terdapat ROH dan NYAWA,
didalam ilmu Pappejeppu, dipahami bahwa ROH adalah percikan cahaya yang terpolarisasi dari Nur Ilahi, sedang NYAWA adalah seberkas percikan cahaya yang terpolarisasi dari NUR Muhammad, polarisasi kedua cahaya tersebut
kemudian
bersinergi, yang melahirkan letupan yang disebut NAPAS. Peranan dan manifestasi
Napas inilah yang kemudian menjadi inti ajaran ilmu pappejeppu. Dari napas
tersebut kemudian memancarkan lagi gelombang magnetis ke berbagai cakrawala
dari segala penjuru alam pemikiran manusia, yang kemudian melahirkan cabang
cabang tempat bertenggernya ilmu pengetahuan (Science), Ilmu Pappejeppu, Ilmu
Mistik, dan Ilmu mantera. Khusus untuk ilmu mistik, dan ilmu mantera, semuanya
tidak terlepas dari peranan napas. Walaupun hal ini nampaknya luput dari perhatian
baik yang mendalami Ilmu Tasawuf atau Sufisme, ataupun ilmu pappejeppu itu
sendiri. Korelasi napas yang terpolarisasi, kedalam bentuk ilmu Mistik, dan
ilmu mantera, juga memberikan inspirasi, dan analisa, bahwa peranan napas pada
setiap, manusia telah memberikan keyakinan prinsip seddimi Tau atau hanya satu
manusia, bagi pengamal ilmu pappejeppu, hal ini oleh penulis mencoba
mengungkap, pada buku ini, pada bagian lainnya. Rupanya prinsip seddimi tau
atau manusia hanya satu, kurang disosialisasikan pada masyarakat umum, hal ini
mungkin karena perinsip ini memilki nilai filosofi yang mendalam sehingga tidak
mudah dicerna oleh orang yang tidak memahami ilmu pappejeppu.
Selanjutnya
bahwa Ilmu Pappejeppu ini telah dikenal dikalangan orang Bugis, jauh sebelum ajaran
Islam masuk ke wilayah daerah Bugis, masuknya ajaran Islam yang, diiringi
masuknya, ajaran tasawuf dari berbagai aliran Sufi, juga banyak mewarnai Ilmu
Pappejeppu dalam berbagai kesamaan pandangan, namun disisi lain juga banyak
perbedaannya. Ketika Ilmu Tasawuf Sufisme, menuntut manusia untuk hidup penuh
kepasrahan, dan hidup Zuhud, maka orang Bugis dengan ilmu pappejepu yang
dimilkinya, justru ia harus bangkit, dan berjuang, untuk melawan kepasrahan dan
nasib, “ “ “(Sebagaimana Fiirman Allah SWT yang menyatakan Inna Laha La
yugayirru ma bi kaomeng, hatta yugayiru ma bi anfusihim, artinya, Tidaklah
berubah nasib seseorang atau kaum kecuali ia yang merubahnya,) “ hal ini guna
meningkatkan kwalitas hidupnya di dunia, dan kwalitas hidup (ROH) yang ada pada
dirinya ketika ia kembali ke Rahmatullah, sehingga orang orang yang memahami
betul ilmu Pappejeppu, ketika ia menghadapi sakratul maut dengan berani berkata
bahwa, nyawa saya tidak akan saya lepas kalau hanya suruhannya ( Malaikatul
Maut) yang datang menjemput, kecuali dirinya, sama seperti ketika aku lahir ke
Bumi melihat cahaya Dunia. Ilmu Pappejeppu bukanlah sebuah ilmu untuk
diketahui, tapi sebuah ilmu hanya untuk dipahami. Sebagaimana pemahaman Ahli
Pappejeppu, bahwa Allah SWT, ia tidak mau diketahui, hanya ia mau dipahami.
Bangkitnya orang Bugis untuk menentukan nasib ditangannya, tidak terlepas dari sebuah perinsip hidup yang menjiwai mereka yang mengatakan , Resopa temmangingngi malomo naletei pammase Dewata artinya : Hanya dengan kerja keras secara terus menerus tanpa kenal putus asa, akan mendapatkan Rachmat dari Allah SWT. Oleh karena itu ilmu Pappejeppu bagi orang Bugis bukanlah ilmu Tasawuf yang menghanyutkan manusia masuk kedalam Taqarrub untuk bertajalli, sebagai tujuan hidup, yang tidak lagi memperdulikan kehidupan disekelilingnya. Dan pandangan mereka terhadap orang orang yang hanyut dan tenggelam dalam taqarrub untuk bertajalli akan menjadikan manusia tersebut hanya menjadi beban dunia. Sebaliknya dalam ilmu pappejeppu Justru ber tajalli dalam ilmu Pappejepu bukan tujuan, tapi ia merupakan pegangan dan bekal manusia Bugis dalam menjalani kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Salah satu pengertian ilmu pappejeppu tidak hanya berada dalam alam gaib, yang tidak memiliki wujud realita tertentu, dan hanya dapat dihayati dan direnungkan dalam aktivitas narasi manusia, tapi juga yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana mewujudkan sesuatu yang bermanfaat, atau sesuatu yang dapat dipetik hasilnya dari hasil Pappejeppu yang bersumber dari pemahaman interaksi antara manusia dengan Tuhannya. Perbedaan lain antara ilmu tasawuf atau Sufisme dengan ilmu Pappejepu, dimana sebelum memasuki ajaran ilmu Tasawuf atau Sufisme,terlebih dahulu seseorang harus masuk kedalam salah satu aliran Tariqat, katakanlah aliran Tariqat yang paling populer di Indonesia adalah aliran Naqsyabandiah, bahwa seseorang yang masuk kedalam aliran Tariqat ini, terlebih dahulu ia harus di bay’at, sebagai bentuk kesetiaan dan kepatuhan yang mengikat dirinya terhadap Mursyid atau syaikh, maupun terhadap aliran itu. Disamping itu dalam ajaran sufisme manusia hanya dituntun untuk melakukan berbagai bentuk dzikir, utamanya dzikir yang menyangkut IZMU JALALAH, dengan berbagai metode dan latihan. Sedang dalam menuntut ilmu Pappejeppu, NAPAS adalah merupakan mediator satu satunya seseorang dalam berinteraksi dengan Tuhannya. Begitupula hubungan antara murid dan guru tidak ada suatu keterikatan, atau terhadap mursyid maupun terhadap aliran, karena ilmu pappejeppu tidak memiliki aliran, hanya satu hal yang menjadi Sumpah seseorang murid terhadap mursyidnya adalah sang murid dilarang keras mengajarkan ilmu tersebut kepada siapapun tanpa ada izin dari mursyid. Dalam ilmu pappejeppu, sebenarnya tidak dikenal Guru dan Murid, seseorang yang mengajarkan dengan menunjukkan jalan tentang tata cara Pappejepu, hanya sebuah panggilan, untuk berbagi ilmu.
Bangkitnya orang Bugis untuk menentukan nasib ditangannya, tidak terlepas dari sebuah perinsip hidup yang menjiwai mereka yang mengatakan , Resopa temmangingngi malomo naletei pammase Dewata artinya : Hanya dengan kerja keras secara terus menerus tanpa kenal putus asa, akan mendapatkan Rachmat dari Allah SWT. Oleh karena itu ilmu Pappejeppu bagi orang Bugis bukanlah ilmu Tasawuf yang menghanyutkan manusia masuk kedalam Taqarrub untuk bertajalli, sebagai tujuan hidup, yang tidak lagi memperdulikan kehidupan disekelilingnya. Dan pandangan mereka terhadap orang orang yang hanyut dan tenggelam dalam taqarrub untuk bertajalli akan menjadikan manusia tersebut hanya menjadi beban dunia. Sebaliknya dalam ilmu pappejeppu Justru ber tajalli dalam ilmu Pappejepu bukan tujuan, tapi ia merupakan pegangan dan bekal manusia Bugis dalam menjalani kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Salah satu pengertian ilmu pappejeppu tidak hanya berada dalam alam gaib, yang tidak memiliki wujud realita tertentu, dan hanya dapat dihayati dan direnungkan dalam aktivitas narasi manusia, tapi juga yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana mewujudkan sesuatu yang bermanfaat, atau sesuatu yang dapat dipetik hasilnya dari hasil Pappejeppu yang bersumber dari pemahaman interaksi antara manusia dengan Tuhannya. Perbedaan lain antara ilmu tasawuf atau Sufisme dengan ilmu Pappejepu, dimana sebelum memasuki ajaran ilmu Tasawuf atau Sufisme,terlebih dahulu seseorang harus masuk kedalam salah satu aliran Tariqat, katakanlah aliran Tariqat yang paling populer di Indonesia adalah aliran Naqsyabandiah, bahwa seseorang yang masuk kedalam aliran Tariqat ini, terlebih dahulu ia harus di bay’at, sebagai bentuk kesetiaan dan kepatuhan yang mengikat dirinya terhadap Mursyid atau syaikh, maupun terhadap aliran itu. Disamping itu dalam ajaran sufisme manusia hanya dituntun untuk melakukan berbagai bentuk dzikir, utamanya dzikir yang menyangkut IZMU JALALAH, dengan berbagai metode dan latihan. Sedang dalam menuntut ilmu Pappejeppu, NAPAS adalah merupakan mediator satu satunya seseorang dalam berinteraksi dengan Tuhannya. Begitupula hubungan antara murid dan guru tidak ada suatu keterikatan, atau terhadap mursyid maupun terhadap aliran, karena ilmu pappejeppu tidak memiliki aliran, hanya satu hal yang menjadi Sumpah seseorang murid terhadap mursyidnya adalah sang murid dilarang keras mengajarkan ilmu tersebut kepada siapapun tanpa ada izin dari mursyid. Dalam ilmu pappejeppu, sebenarnya tidak dikenal Guru dan Murid, seseorang yang mengajarkan dengan menunjukkan jalan tentang tata cara Pappejepu, hanya sebuah panggilan, untuk berbagi ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar