al Busthomi Fana
dan Penyatuan
Silakan di Share agar lebih banyak orang yang ikut
membaca:
Abu Yazid al Busthomi yang
nama lengkapnya Thaifur ibn ‘Isa ibn Sarusyan, Beliau berasal dari Bustham.
Meninggal pada tahun 261 H (riwayat lain 264 H ). Beberapa Kitab
yang mengisahkan tentang al Busthomi diantaranya: Thabaqat al-Shufiyyah karya
dari al-Sulami, al-Luma’ karya dari al-Thusi, al-Risalah
al-Qusyairiyyah karya al-Qusyairi.
al Busthomi begitu diliputi keadaan Fana’,
tercermin dari banyak ungkapannya yang diriwayatkan berasal darinya dia berkata
: ” Mahluk mempunyai berbagai keadaan. Tapi Seorang arif tidak
mempunyai keadaan. Sebab ia mengabaikan
aturan-aturannya sendiri. Identitasnya sirna pada identitas yang lainnya, dan bekas-bekasnya gaib pada bekas-bekas lainnya.” Hal ini mustahil terjadi kecuali dengan ketertarikan penuh seorang arif kepada Allah, sehingga dia tidak menyaksikan selain-Nya. Seorang arif, menurut Abu Yazid al al Busthomi , “dalam tidurnya tidak melihat selain Allah, dan dalam jaganya pun tidak melihat selain Allah. Dia tidak seiring dengan yang selain Allah, dan tidak menelaah selain Allah.
aturan-aturannya sendiri. Identitasnya sirna pada identitas yang lainnya, dan bekas-bekasnya gaib pada bekas-bekas lainnya.” Hal ini mustahil terjadi kecuali dengan ketertarikan penuh seorang arif kepada Allah, sehingga dia tidak menyaksikan selain-Nya. Seorang arif, menurut Abu Yazid al al Busthomi , “dalam tidurnya tidak melihat selain Allah, dan dalam jaganya pun tidak melihat selain Allah. Dia tidak seiring dengan yang selain Allah, dan tidak menelaah selain Allah.
Ibn ‘Atha’illah al-Syakandari:
” Ketahuilah! Sebagian orang berkata bahwa Abu Yazid ( al
Busthomi ) ingin tidak berkeinginan, karena Allah mengingininya.
Semua orang sepakat bahwa dia tidak mempunyai keinginan. Bersama-Nya , dia
tidak menginginkan apa pun dan tidak mengingininya. Dalam kehendaknya, dia
tidak ingin, seiring dengan kehendak Allah”.
Tentang Penyatuan al Busthomi
mengungkapkan: “ Akupun keluar dari Yang Maha Benar
menuju Yang Maha Benar dan akupun berseru: duh, Engkau yang aku! Telah
kuraih kini peringkat kefanaan.” Dan katanya yang lain, “Sejak tiga
puluh tahun yang silam, Yang Maha Benar adalah cermin diriku. sebab
kini aku tidak berasal dari diriku yang dahulu.”
Ungkapan al Busthomi tentang kefanaan dan
penyatuan dengan Kekasihnya yang terlalu berlebihan dan agak Ganjil : ” Aku
ini Allah, tidak ada Tuhan kecuali aku, maka sembahlah aku.” Katanya pula
:” Betapa sucinya Aku, betapa besarnya Aku.” Dan
katanya: “Aku keluar dari Abu Yazidku, seperti halnya ular keluar dari
kulitnya, dan pandangankupun terbuka, dan ternyata sang pecinta, Yang
dicinta, dan cinta adalah satu. Sebab manusia dalam alam penyatuan adalah
satu.”
Ungkapan-ungkapan yang begini diucapkan dalam kondisi
psikis yang tidak normal, yang diakibatkan suatu derita. Sebab ucapan itu,
menurut para sufi, adalah gerakan-gerakan rahasia orang yang dominan
intuisinya. Andaikan intuisi itu sedang kuat-kuatnya, maka merekapun
mengungkapkan intuisinya dengan ucapan yang dipandang ganjil oleh pendengarnya.
Begitu juga dengan al Busthomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar