I'TIQAD PARA WALI ALLAH AT-TAJ'
ALKHALWATIY
19 November 2011 pukul 13:30
I’tiqad manusia, yang paling sering dijelaskan dalam berbagai kitab, adalah
71 macam. 69 macam diantaranya adalah Su’ul itiqad atau itiqad buruk, dan
barang siapa yang bergelimang dengan 69 macam itiqad yang tercela ini, maka
tempat kesudahannya adalah neraka. Ada satu ( 1 ) macam I’tiqad yakni itiqad
yang ke-70, akan kena timbangan nantinya, belum tau hasilnya, syurga atau
neraka. Jika lebih berat timbangan kebaikannya, balasannya adalah syurga.
Sebaliknya, akan masuk neraka kalau kejahatannya lebih berat dari kebaikannya.
Dan ada lagi satu (1) itiqad, yakni itiqad yang ke 71, ia akan masuk syurga,
tapi juga setelah melalui hisab / pemeriksaan. Adapun ke-69 macam itiqad buruk
itu adalah :
Takabbur, Sombong / Angkuh, Iri hati / Hasad, Dengki / Haqad, Puji Diri,
Ingin terpuji / dipuji, Terlalu Memuji, Suka membenci, Tamak, Serakah /
monopoli, Loba, Rakus, Cemburu, Curiga, Gadhab / Pemarah, Bertengkar /
berbantahan, Syarut Ta’am / banyak makan, Syarrul Kalam / banyak bicara, Ujub /
Bangga diri, Riya / Pamer, Sum’ah / Mau didengar, Ghibah / Gosip, Fitnah,
Namimah / Adu domba, Kidzib / Dusta, Ingkar, Khianat, Panjang angan-angan,
Al-Wahn / Takut mati, Malas, Mengumpat, Membalas Umpatan, Mengolok- olok,
Mencela diri sendiri, Menggunjing, Mau menang sendiri, Bakhil / Kikir, Boros /
royal, Sumpah Palsu, Keras hati, Berbuat Kasar, Pengecut, Penakut, Zhalim,
Kufur Nikmat, Putus Asa, Ragu / bimbang, Buruk sangka / Su’uz Zhan, Culas /
menipu, Makar, Hubbud Dunya (Cinta dunia), Hubbul Jah /gila pangkat dan
jabatan, Hubbul Mal /Gila harta, Tafahur / Membangga, Dendam, Tidak sabar,
Itba’ al-Hawa / menuruti hawa nafsu, Ghurur / selalu tertipu, Tajassus /
Mencari-cari aib orang lain, Permusuhan, Mencaci-maki, Melaknat, Bernyanyi dan
bersyair yang diharamkan, Menghina dan mengejek orang lain, Senda-gurau
berlebihan, Menyiarkan rahasia, Menceritakan aib sendiri / rumah tangga, Lalai
dari kewajiban, Memanggil dengan gelar yang jelek.
Adapun Husnul Itiqad / itiqad baik itu, banyak juga macamnya. Tak cukup
waktu untuk membahas semuanya, kecuali 4 perkara kepada para Wali Allah yang
merupakan pe-KUBUR-an atau MAQAM (yang 4 versi) :
- Ber-
Kubur pada Tubuh atau Maqam Syari’at.
- Ber-
Kubur pada Hati atau Maqam Thariqat.
- Ber-
Kubur pada Nyawa atau Maqam Haqiyqat.
- Ber-
Kubur pada Rahasia atau Maqam Ma’rifat.
Para Waliyullah harus selalu waspada atas kemurnian itiqad-itiqad baik ini,
jangan sampai terkontaminasi atau ternodai oleh 69 macam itiqad-itiqad busuk
seperti yang telah kita sebutkan diatas.
Sahabat Nabi Saw pernah bertanya : Ya Rasulallah, bagaimanakah kematiannya
orang syariat, thariqat, hakikat dan ma’rifat itu ?
Rasulullah menjawab : Adapun mati syariat itu, kembali pada asal tubuhnya,
yakni hancur lebur menjadi tanah. Mati thariqat, akan mengecil menjadi mumi /
kora-kora dalam kuburnya. Mati hakikat, akan bertambah besar dalam kuburnya,
sampai-sampai kuburannya bertambah tinggi. Dan mati ma’rifat, hilang lenyap
dalam kuburnya, kembali lebur pada Tuhan-Nya.
Penjelasan :
- Ber-Makam pada Syari’at, di kuburannya nanti, hancur
dan ludes tubuh (dagingnya), dimakan ulat dan cacing, lebur jadi tanah.
Ini sebenarnya sudah pelanggaran ayat. Diperintahkan : Inna Lillahi Wa
Inna ilaihi Raji’un, dari Allahu Ta’ala harus kembali pula kepada Allahu
Ta’ala, malah ia kembali jadi tanah, yakni Inna Lillahi Wa Inna ilal
Ardhi. Yang tersisa hanya KHIZBUL ANBIYAA’ / Sulbi / tulang ekor (mustika
insani) atau Kulau Tau, di kuburannya tersiksa beserta NYAWA-nya sampai
hari kiamat. Adapun itiqad yang dipakai masa hidupnya di dunia, yaitu ia
membalas kejahatan dengan kejahatan pula. Artinya, bila dizhalimi oleh
orang lain, cepat atau lambat ia pasti membalasnya, tiada kata MAAF
darinya. Maka para Wali Allah harus waspada, jangan pakai itiqad seperti
ini. Walaupun memang, syariat Islam menggariskan agar membalas kezhaliman
dengan balasan yang setimpal. Tapi seringkali itiqad baik ini,
terkontaminasi oleh itiqad busuk, yaitu dendam kusumat. Padahal memberi
maaf adalah itiqad utama, utamanya memaafkan orang yang menzhalimi kita.
Ketahuilah bahwa Syariat pada zhahirnya adalah Berdiri dalam shalat, jadi
dia berdiri juga membalas kejahatan orang lain. Berdiri adalah wataknya Api,
Api itu bersifat panas membara, dan panas membaranya Nafsul Ammarah adalah
dendam kesumat yang merusak. Dan nyawa api pada kita itulah Ruhul Idhafi
membawa Nafsul Ammarah.
- Ber-Makam pada Thariqat, di kuburannya nanti, tubuhnya
terus mengecil jadi mumi atau kora-kora. Kalau sudah mengecil sampai
sepanjang telunjuk, sudah mahal harganya, menurut kabar bisa mencapai
milyaran rupiah. Nanti dia diterima oleh Allahu Ta’ala bila terus mengecil
sampai kembali / menjadi setetes air mani lagi dalam jangka 1000 tahun
lamanya. Ini juga pelanggaran ayat, tidak kembali pada Allahu Ta’ala, tapi Wa
Inna ilaihi Fa’ilun, dia kembali sesuai fi’il / perbuatannya. Adapun
itiqad yang dipakai waktu hidup di dunia adalah : bila dizhalimi oleh
orang lain, dia mengatakan : “Allahu Ta’ala yang akan balas kamu”. Atau
dia berdoa : Semoga Allah membalas kejahatanmu”. Ingatlah wahai para Wali
Allah, jangan juga pakai itiqad semacam ini. Itiqad semacam ini sebenarnya
sudah baik, karena tidak mau membalas orang yang berbuat jahat kepadanya.
Namun masih ternodai oleh itiqad busuk, yaitu mendo’akan kejelekan terhadap
orang lain, yang sangat dilarang oleh Allah.
Ketahuilah, Thariqat pada zhahirnya ruku’ dalam shalat. Jadi sebenarnya dia
sudah ruku’ dan tunduk tidak membalas kejahatan, namun dia mengharap supaya
Allah yang membalas. Ruku’ adalah wataknya Angin. Angin bersifat menunduk tapi
menanduk. Nyawa angin pada kita adalah Ruhur Rahman, membawa Nafsul Lawwamah,
nafsu yang menyesali dirinya, sudah baik tidak membalas, tapi menyesal karena
mendoakan kejelekan bagi orang lain.
- Ber-Makam pada Haqiyqat, di kuburannya nanti bertambah
besar badan / jasadnya, dijulukilah sekarang : “Jera’ Abbakkaka”. Inipun
masih tersiksa, bayangkan saja sempitnya liang lahad, lalu terjepit pula.
Ini juga masih pelanggaran ayat, tidak kembali pada Allahu Ta’ala, tapi Wa
Inna ilaihi Musta’ma, dia kembali kepada kesusahan / kesengsaraan.
Adapun itiqad yang dipakai saat masih hidupnya, bila dizhalimi oleh orang
lain, dalam hatinya bergumam : “Allah tidak buta, dan Allah Maha Melihat”.
Ingatlah wahai Wali Allah, jangan juga pakai itiqad seperti ini. Awalnya
memang ini itiqad baik, karena dia tidak mau membalas dan juga tidak
mendo’akan kejelekan terhadap orang yang menzhaliminya, namun masih
terselip noda itiqad dalam hati, bahwa dia sangat mengharap supaya Allah
yang memberi keputusan, memberi pelajaran kepada orang yang zhalim itu.
Ketahuilah, Haqiqat pada zhahirnya adalah sujud dalam shalat. Jadi
sebenarnya dia sudah sujud dan merendah atas kejahatan orang lain, dan tidak
pula mendoakan kejelekan atas orang lain, namun masih ada asa agar Allah
memberi keputusan supaya orang yang jahat itu diberi pelajaran. Sujud adalah
wataknya air, air bersifat merendah tapi masih menengadah. Nyawa air pada kita
adalah Ruhul Jasmani, membawa Nafsu Sawiyyah.
- Ber-Makam pada Ma’rifat, nanti di kuburannya 1 jam
saja, sudah terangkat beserta tubuh / jasadnya langsung sekampung dengan
Nabi Muhammad Saw atau menuju Illiyyin (perkampungannya para Nabi, para
Shiddiqin, para Syuhada dan Sholihin), inilah makam kenikmatan menunggu
datangnya hari kiamat, nanti ia ke kuburannya kalau tiba hari berbangkit
beserta Syeikh Mursyid / Waliyyan Mursyida (Maha Guru-Nya), dan
disalami oleh para malaikat dengan ucapan : “Salaaman-Salaamaa”, Selamat -
Selamat. Mereka-mereka ini tak menunggu lagi pahala amal bacaan talkinnya,
tapi langsung menuju Illiyyin beserta Nabi Saw di kanannya, Jibril as di
kirinya, dengan kendaraan syurga menuju perkampungannya Nabi Saw. Adapun
itiqad yang dipakai masa hidup di dunia, bila ada yang menzhaliminya,
dalam hatinya berdo’a : “Ya Allah, kami terima dengan ikhlas semua
cobaan-Mu ini, dan terimalah kembali keikhlasan hamba-Mu dari cobaan-Mu
ini, ampunilah dia dan juga kami. Ya Allah, kami fahami bahwa tiada
terjadi sesuatu pun kecuali atas izinMu, tidak bergerak anggota tubuh
kecuali nyawa yang gerakkan, dan tidak menggerakkan nyawa kecuali dengan
izin Mu Ya Allah”. Wahai para Wali Allah, inilah itiqadmu yang
sesungguhnya, waspadalah jangan sampai ternodai. Beginilah arti dari Innaa
Lillaahi Wainnaa ilaihi Raaji’uwn, Dari Allahu Ta’ala kembali pula kepada Allahu
Ta’ala. Jangan salahkan sesama manusia, bahkan terhadap tumbuhan maupun
hewan sekalipun. Sebab Tiada Daya Upaya dan kekuatan kecuali dengan Allahu
Ta’ala. Yang terjadi, terlaksana dan yang menimpa, adalah atas iradah dan
taqdirNya jua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar