Total Tayangan Halaman

Jumat, 30 Mei 2014

I'TIQAD PARA WALI ALLAH AT-TAJ' ALKHALWATIY

I'TIQAD PARA WALI ALLAH AT-TAJ' ALKHALWATIY
19 November 2011 pukul 13:30
I’tiqad manusia, yang paling sering dijelaskan dalam berbagai kitab, adalah 71 macam. 69 macam diantaranya adalah Su’ul itiqad atau itiqad buruk, dan barang siapa yang bergelimang dengan 69 macam itiqad yang tercela ini, maka tempat kesudahannya adalah neraka. Ada satu ( 1 ) macam I’tiqad yakni itiqad yang ke-70, akan kena timbangan nantinya, belum tau hasilnya, syurga atau neraka. Jika lebih berat timbangan kebaikannya, balasannya adalah syurga. Sebaliknya, akan masuk neraka kalau kejahatannya lebih berat dari kebaikannya. Dan ada lagi satu (1) itiqad, yakni itiqad yang ke 71, ia akan masuk syurga, tapi juga setelah melalui hisab / pemeriksaan. Adapun ke-69 macam itiqad buruk itu adalah :
Takabbur, Sombong / Angkuh, Iri hati / Hasad, Dengki / Haqad, Puji Diri, Ingin terpuji / dipuji, Terlalu Memuji, Suka membenci, Tamak, Serakah / monopoli, Loba, Rakus, Cemburu, Curiga, Gadhab / Pemarah, Bertengkar / berbantahan, Syarut Ta’am / banyak makan, Syarrul Kalam / banyak bicara, Ujub / Bangga diri, Riya / Pamer, Sum’ah / Mau didengar, Ghibah / Gosip, Fitnah, Namimah / Adu domba, Kidzib / Dusta, Ingkar, Khianat, Panjang angan-angan, Al-Wahn / Takut mati, Malas, Mengumpat, Membalas Umpatan, Mengolok- olok, Mencela diri sendiri, Menggunjing, Mau menang sendiri, Bakhil / Kikir, Boros / royal, Sumpah Palsu, Keras hati, Berbuat Kasar, Pengecut, Penakut, Zhalim, Kufur Nikmat, Putus Asa, Ragu / bimbang, Buruk sangka / Su’uz Zhan, Culas / menipu, Makar, Hubbud Dunya (Cinta dunia), Hubbul Jah /gila pangkat dan jabatan, Hubbul Mal /Gila harta, Tafahur / Membangga, Dendam, Tidak sabar, Itba’ al-Hawa / menuruti hawa nafsu, Ghurur / selalu tertipu, Tajassus / Mencari-cari aib orang lain, Permusuhan, Mencaci-maki, Melaknat, Bernyanyi dan bersyair yang diharamkan, Menghina dan mengejek orang lain, Senda-gurau berlebihan, Menyiarkan rahasia, Menceritakan aib sendiri / rumah tangga, Lalai dari kewajiban, Memanggil dengan gelar yang jelek.
Adapun Husnul Itiqad / itiqad baik itu, banyak juga macamnya. Tak cukup waktu untuk membahas semuanya, kecuali 4 perkara kepada para Wali Allah yang merupakan pe-KUBUR-an atau MAQAM (yang 4 versi) :
  1. Ber- Kubur pada Tubuh atau Maqam Syari’at.
  2. Ber- Kubur pada Hati atau Maqam Thariqat.
  3. Ber- Kubur pada Nyawa atau Maqam Haqiyqat.
  4. Ber- Kubur pada Rahasia atau Maqam Ma’rifat.
Para Waliyullah harus selalu waspada atas kemurnian itiqad-itiqad baik ini, jangan sampai terkontaminasi atau ternodai oleh 69 macam itiqad-itiqad busuk seperti yang telah kita sebutkan diatas.
Sahabat Nabi Saw pernah bertanya : Ya Rasulallah, bagaimanakah kematiannya orang syariat, thariqat, hakikat dan ma’rifat itu ?
Rasulullah menjawab : Adapun mati syariat itu, kembali pada asal tubuhnya, yakni hancur lebur menjadi tanah. Mati thariqat, akan mengecil menjadi mumi / kora-kora dalam kuburnya. Mati hakikat, akan bertambah besar dalam kuburnya, sampai-sampai kuburannya bertambah tinggi. Dan mati ma’rifat, hilang lenyap dalam kuburnya, kembali lebur pada Tuhan-Nya.
Penjelasan :
  1. Ber-Makam pada Syari’at, di kuburannya nanti, hancur dan ludes tubuh (dagingnya), dimakan ulat dan cacing, lebur jadi tanah. Ini sebenarnya sudah pelanggaran ayat. Diperintahkan : Inna Lillahi Wa Inna ilaihi Raji’un, dari Allahu Ta’ala harus kembali pula kepada Allahu Ta’ala, malah ia kembali jadi tanah, yakni Inna Lillahi Wa Inna ilal Ardhi. Yang tersisa hanya KHIZBUL ANBIYAA’ / Sulbi / tulang ekor (mustika insani) atau Kulau Tau, di kuburannya tersiksa beserta NYAWA-nya sampai hari kiamat. Adapun itiqad yang dipakai masa hidupnya di dunia, yaitu ia membalas kejahatan dengan kejahatan pula. Artinya, bila dizhalimi oleh orang lain, cepat atau lambat ia pasti membalasnya, tiada kata MAAF darinya. Maka para Wali Allah harus waspada, jangan pakai itiqad seperti ini. Walaupun memang, syariat Islam menggariskan agar membalas kezhaliman dengan balasan yang setimpal. Tapi seringkali itiqad baik ini, terkontaminasi oleh itiqad busuk, yaitu dendam kusumat. Padahal memberi maaf adalah itiqad utama, utamanya memaafkan orang yang menzhalimi kita.
Ketahuilah bahwa Syariat pada zhahirnya adalah Berdiri dalam shalat, jadi dia berdiri juga membalas kejahatan orang lain. Berdiri adalah wataknya Api, Api itu bersifat panas membara, dan panas membaranya Nafsul Ammarah adalah dendam kesumat yang merusak. Dan nyawa api pada kita itulah Ruhul Idhafi membawa Nafsul Ammarah.
  1. Ber-Makam pada Thariqat, di kuburannya nanti, tubuhnya terus mengecil jadi mumi atau kora-kora. Kalau sudah mengecil sampai sepanjang telunjuk, sudah mahal harganya, menurut kabar bisa mencapai milyaran rupiah. Nanti dia diterima oleh Allahu Ta’ala bila terus mengecil sampai kembali / menjadi setetes air mani lagi dalam jangka 1000 tahun lamanya. Ini juga pelanggaran ayat, tidak kembali pada Allahu Ta’ala, tapi Wa Inna ilaihi Fa’ilun, dia kembali sesuai fi’il / perbuatannya. Adapun itiqad yang dipakai waktu hidup di dunia adalah : bila dizhalimi oleh orang lain, dia mengatakan : “Allahu Ta’ala yang akan balas kamu”. Atau dia berdoa : Semoga Allah membalas kejahatanmu”. Ingatlah wahai para Wali Allah, jangan juga pakai itiqad semacam ini. Itiqad semacam ini sebenarnya sudah baik, karena tidak mau membalas orang yang berbuat jahat kepadanya. Namun masih ternodai oleh itiqad busuk, yaitu mendo’akan kejelekan terhadap orang lain, yang sangat dilarang oleh Allah.
Ketahuilah, Thariqat pada zhahirnya ruku’ dalam shalat. Jadi sebenarnya dia sudah ruku’ dan tunduk tidak membalas kejahatan, namun dia mengharap supaya Allah yang membalas. Ruku’ adalah wataknya Angin. Angin bersifat menunduk tapi menanduk. Nyawa angin pada kita adalah Ruhur Rahman, membawa Nafsul Lawwamah, nafsu yang menyesali dirinya, sudah baik tidak membalas, tapi menyesal karena mendoakan kejelekan bagi orang lain.
  1. Ber-Makam pada Haqiyqat, di kuburannya nanti bertambah besar badan / jasadnya, dijulukilah sekarang : “Jera’ Abbakkaka”. Inipun masih tersiksa, bayangkan saja sempitnya liang lahad, lalu terjepit pula. Ini juga masih pelanggaran ayat, tidak kembali pada Allahu Ta’ala, tapi Wa Inna ilaihi Musta’ma, dia kembali kepada kesusahan / kesengsaraan. Adapun itiqad yang dipakai saat masih hidupnya, bila dizhalimi oleh orang lain, dalam hatinya bergumam : “Allah tidak buta, dan Allah Maha Melihat”. Ingatlah wahai Wali Allah, jangan juga pakai itiqad seperti ini. Awalnya memang ini itiqad baik, karena dia tidak mau membalas dan juga tidak mendo’akan kejelekan terhadap orang yang menzhaliminya, namun masih terselip noda itiqad dalam hati, bahwa dia sangat mengharap supaya Allah yang memberi keputusan, memberi pelajaran kepada orang yang zhalim itu.
Ketahuilah, Haqiqat pada zhahirnya adalah sujud dalam shalat. Jadi sebenarnya dia sudah sujud dan merendah atas kejahatan orang lain, dan tidak pula mendoakan kejelekan atas orang lain, namun masih ada asa agar Allah memberi keputusan supaya orang yang jahat itu diberi pelajaran. Sujud adalah wataknya air, air bersifat merendah tapi masih menengadah. Nyawa air pada kita adalah Ruhul Jasmani, membawa Nafsu Sawiyyah.

  1. Ber-Makam pada Ma’rifat, nanti di kuburannya 1 jam saja, sudah terangkat beserta tubuh / jasadnya langsung sekampung dengan Nabi Muhammad Saw atau menuju Illiyyin (perkampungannya para Nabi, para Shiddiqin, para Syuhada dan Sholihin), inilah makam kenikmatan menunggu datangnya hari kiamat, nanti ia ke kuburannya kalau tiba hari berbangkit beserta Syeikh Mursyid /  Waliyyan Mursyida (Maha Guru-Nya), dan disalami oleh para malaikat dengan ucapan : “Salaaman-Salaamaa”, Selamat - Selamat. Mereka-mereka ini tak menunggu lagi pahala amal bacaan talkinnya, tapi langsung menuju Illiyyin beserta Nabi Saw di kanannya, Jibril as di kirinya, dengan kendaraan syurga menuju perkampungannya Nabi Saw. Adapun itiqad yang dipakai masa hidup di dunia, bila ada yang menzhaliminya, dalam hatinya berdo’a : “Ya Allah, kami terima dengan ikhlas semua cobaan-Mu ini, dan terimalah kembali keikhlasan hamba-Mu dari cobaan-Mu ini, ampunilah dia dan juga kami. Ya Allah, kami fahami bahwa tiada terjadi sesuatu pun kecuali atas izinMu, tidak bergerak anggota tubuh kecuali nyawa yang gerakkan, dan tidak menggerakkan nyawa kecuali dengan izin Mu Ya Allah”. Wahai para Wali Allah, inilah itiqadmu yang sesungguhnya, waspadalah jangan sampai ternodai. Beginilah arti dari Innaa Lillaahi Wainnaa ilaihi Raaji’uwn, Dari Allahu Ta’ala kembali pula kepada Allahu Ta’ala. Jangan salahkan sesama manusia, bahkan terhadap tumbuhan maupun hewan sekalipun. Sebab Tiada Daya Upaya dan kekuatan kecuali dengan Allahu Ta’ala. Yang terjadi, terlaksana dan yang menimpa, adalah atas iradah dan taqdirNya jua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar