Total Tayangan Halaman

Sabtu, 19 Januari 2013

Fana’ dan Hulul


Fana’ dan Hulul
Duh, penganugerah bagi si pemegang karunia, Terhadap diri-Mu dan diriku begitu aku terpada, Kau buat begitu dekat diriku dengan-Mu, sehingga, Kau adalah aku, begitu kukira, Kini dalam wujud diriku menjadi sirna, Dengan-Mu aku Kau buat menjadi fana
(Abu al-Mughits al-Husain bin Manshur bin Muhammad al Baidhawi Al-Hallaj)
Aku yang kucinta, Dan yang kucinta Aku pula, Kami dua jiwa padu jadi Satu, Dan jika kau lihat aku, Tampak pula Dia dalam pandanganmu, Dan jika kau lihat Dia, Kami, dalam pandanganmu tampak nyata, Kau antara kalbu dan denyutku, berlalu, Bagaikan air mata menetes dari kelopakku, Bisik-Mu pun tinggal dalam relung hatiku, Bagai ruh yang hulul dalam tubuh jadi satu, Maha suci Dzat yang menyatakan nasut-nya, Dengan lahut-nya , yang cerlang seiring bersama, Lalu dalam mahluk-Nya pun tampak nyata, Bagai si peminum serta si pemakan tampak sosok-Nya, Hingga semua mahluk-Nya melihat-Nya, Bagai bertemunya dua kelopak mata,
Ka’bah Qolbu
Seorang Sufi besar, yang bernama Muhammad bin Al Fadl mengatakan :
“Aku heran pada orang yang mencari Ka’bah-Nya di dunia ini. Mengapa mereka tidak berupaya melakukan musyahadat tentang-Nya di dalam Qalbu mereka ? Tempat suci kadangkala mereka capai dan kadangkala mereka tinggalkan, tapi musyahadat bisa mereka nikmati selalu. Jika mereka harus mengunjungi batu, yang dilihat hanya setahun sekali, sesungguhnya mereka lebih harus mengunjungi Ka’bah Qalbu, dimana Dia bisa dilihat 360 kali sehari semalam.”
Pendakian Jiwa
(Jalaluddin Rumi – Matsnawi III, 3901)
Aku mati sebagai mineral dan menjadi tumbuhan,
Aku mati sebagai tumbuhan dan muncul sebagai hewan,
Aku mati sebagai hewan dan aku menjadi Insaan.
Mengapa aku mesti takut ? Bilakah aku menjadi rendah karena kematian ?
Namun sekali lagi aku akan mati sebagai Insaan, untuk membumbung bersama para malaikat yang direstui;
bahkan dari tingkat Malaikatpun
Aku harus wafat: Segala akan binasa kecuali Allah.
Ketika Jiwa Malaikatku telah kukorbankan,
Aku akan menjadi sesuatu yang tak pernah terperikan oleh pikiran.Oh, biarkan aku tiada ! Karena Ketiadaan Membisikkan nada dalam telinga,
“Sesungguhnya kepada-Nya-lah kita kembali.”
[sumber: Ajaran dan Pengalaman Sufi – Maulana Jalaluddin Rumi, terjemahan dari Reynold A Nicholson]
MAKRIFAT
(JALALUDDIN AR-RUMI)
Tahukah kalian nama tanpa yang diberi nama
Pernahkan kalian petik mawar dari m-w-r semata
Kalian beri ia nama, carilah realitas yang diberi nama
Jangan lihat bulan di air,  carilah bulan di langit sana
Andaikan dari nama dan huruf kalian ingin mengatasi
Dari egoisme hendaklah kalian hindarkan diri
Dari semua tabiat jiwa bersihkan diri kalian
Wujud nurani kalian niscaya terlihat
Memang Nabi dalam kalbu kalian niscaya tertampakkan
Tanpa guru dan penuntun pun tidak diperlukan
Dari Dualisme kutukar diri dan kulihat alam hanya satu
Dari Yang Satu kucari, dengan Yang Satu kutahu
Kepada Yang Satu kulihat, dan untuk Yang Satu kuseru
Oleh Piala Cinta  kumabuk dan alam pun fana sari pemahamanku
Menikmati minuman dan berbincang dengan-Nya itulah kesibukanku
Teman Makrifat
(Ummul Khair Rabi’ah binti Ismail al-Adawiyyah Al-Qisiyyah)
Kujadikan Kau teman berbincang dalam kalbu
Tubuhku pun biar berbincang dengan temanku
Dengan temanku tubuhku berbincang selalu
Dalam kalbu terpancang selalu Kekasih cintaku
Cinta Ilahi
Ummul Khair Rabi’ah binti Ismail al-Adawiyyah Al-Qisiyyah
Dalam batin kepadanNya kau durhaka, tapi
Dalam lahir kaunyatakan cinta suci,
Sungguh, aneh sangat gejala ini
Andaikan cintamu memang tulus dan sejati
Yang Dia perintahkan tentu kau taati
Sebab, pecinta pada Yang dicintai patuh dan bakti
Cinta
(Rabi’ah Al Adawiyah)
Aku mencintaiMu dengan dua macam cinta,
Cinta rindu dan cinta karena Kau memang layak dicintai
Dengan cinta rindu,
Kusibukkan diriku dengan mengingat-ingat-Mu selalu,
Tiada yang kuingat selain-Mu,
Sedangkan, cinta karena Kau layak dicintai,
Di sanalah Kau menyingkap hijabku,
Agar aku dapat memandang-Mu
Namun, tak ada Pujian dalam ini dan itu
Segala Pujian hanya untuk-Mu dalam ini dan itu.
Bersemayam dalam hatiku
(Junaid al-Baghdadi)
Kini kutahu, Tuhan — Siapa
Bersemayam dalam hatiku
Dalam rahsia, jauh daripada dunia
Lidahku bercakap dengan-Nya yang kupuja
Melalui sebuah jalan
Kami mendekat rapat
Terpisah jauh daripada-Nya
Berat siksa yang mendera jiwa
Walau Kau sembunyikan wajah-Mu
Jauh daripada pandangan mataku
Dalam cinta kurasa kehadiran-Mu
Yang mesra dalam hatiku
Dalam bencana mengerikan
Tak kusesali seksa yang mencabik jiwa
Hanya Kau saja Tuhan yang kurindu
Bukan kurnia atau tangan pemurah-Mu
Apabila seluruh dunia Kau berikan kepadaku
Atau sorga sebagai pahala
Aku berdoa supaya seluruh kekayaanku
Tak berharga dibanding melihat wajah-Mu
Teman
(Ibn  ‘Arabi)
Dulu tidak kusenangi temanku
Jika agamanya lain dari agamaku
Kini kalbuku bisa menampung semua
Ilalang perburuan kijang atau biara Pendeta
Kuil pemuja berhala atau Ka’bah haji berdatangan
Lauh Taurat atau Mushaf Al-qur’an
Kupeluk agama cinta, kemanapun yang kutuju
Kendaraanku cinta, ialah agamaku dan Imanku
Bila Anda mempunyai puisi baik karangan sendiri maupun karya orang lain silakan tambahkan di kotak komentar agar, kita lebih mengapresiasi puisi  Sufi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar