Dialog Tuhan dan Musa as di Bukit Thursina
7 July 2011, 6:58 pm
“Dan tatkala Musa datang untuk bermunajat
pada waktu yang kami tentukan, dan Tuhan-Nya berbicara kepadanya, maka Musa
berkata : Ya Tuhanku, nampakkan (Dirimu) kepadaku agar aku dapat melihat-Mu”.
“Tuhan berfirman: “Kamu tidak akan dapat melihat-Ku, tetapi lihatlah bukit itu,
bila bukit itu tetap di tempatnya (seperti semula) niscaya kamu dapat
melihat-Ku”. Tatkala Tuhan tajalli / tampak pada bukit itu, kejadian itu
menyebabkan bukit itu hancur dan Musapun pingsan. Setelah Musa sadar kembali
dia berkata : “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu dan aku orang pertama
yang beriman”. (QS. Al-Araf 7 : 143)
Dalam ayat ini terdapat kata-kata yang perlu di kaji
lebih dalam yaitu :
1. Tidak akan melihat Aku
2. Tuhan tajalli pada gunung / bukit.
3. Bukit / gunung hancur,
4. Musa a.s pingsan.
Tidak akan melihat Aku, suatu pernyataan dari Allah,
bahwa bagaimanapun juga mata kepala yang berbentuk bundar yang terletak pada
rongga mata dengan daya lihatnya, tidak akan bisa melihat Tuhan. Tetapi tidak
berarti menutup kemungkinan untuk dilihat dengan mata
hati. Bila mata hati itu dilengkapi oleh Allah dengan Nur-Nya yang kemudian
disebut dengan “nurul bashirah” (Cahaya pandangan batin) kemudian terdapat
pancaran dan nyala pandangan batin disebut (bashar) kemudian mata kepala sama
sekali tidak berfungsi termasuk tidak berfungsinya daya pikir dan seluruh
kemampuan fisikal (jasmani) oleh orang Shufi digambarkan dengan “fana-dzauqy”,
maka pada kondisi itulah terjadinya melihat Tuhan.
Firman Allah dalam Al-Qur’an
“Demi Tin, Zaitun, dan orang-orang Thursin dan demi
negeri yang aman”. (QS. At-Tin : 1-2)
Diriwayatkan orang, dikala Musa a.s. menceritakan
kepada pengikut beliau bahwa beliau akan melakukan dialog dengan Tuhan di
daerah perbukitan, lalu masing-masing gunung maupun bukit menawarkan dirinya
untuk dijadikan tempat pertemuan agung, serta dialog tingkat maha tinggi itu.
Masing-masing menunjukan penampilan bergengsi seraya berkata : “Akulah gunung
terbaik dan paling baik”, “Akulah bukit terindah untuk dipandang”, “Akulah yang
paling kokoh dan paling tegar diantara jajaran gunung dan bukit di wilayah
ini”. Musa a.s. diam seribu bahasa. Sambil memandang dengan penuh perhatian,
mengitari dan menyimak suara dan kata, terlihat oleh beliau hanya ada sebuah
bukit yang tidak mengeluarkan sepatah kata juapun. Itulah si bukit Sinai
(THURSIN). Musa a.s. mendatangi si bukit itu seraya bertanya : Wahai bukit
kenapa tiada kata dan suaramu seperti temanmu yang lain ? “Bukit itu menjawab :
“Wahai tuanku, Aku mengaku bahwa engkau adalah utusan Allah. Akupun malu untuk
bicara. Akupun merasa kerendahan diriku dihadapan Allah. Namun demikian, jika
sekiranya Allah berkenan, Aku tentu menyampaikan puji syukurku tiada terhingga
kehadirat Allah”. Akhirnya, si THURSIN ini mendapat anugerah. Si bukit yang
tidak mempunyai kesombongan dan tidak mengagung-agungkan dirinya. Si bukit yang
merasa kefanaan dirinya di hadapan Allah. Bukit yang mendapatkan kehormatan
dicantumkan namanya di dalam Al-Qur’an.
Adakah makna tersembunyi dibalik pengertian bukit
THURSIN ? Adakah hal-hal metaporis dari kenyataan sebenarnya ?. Bukankah
Al-Qur’an penuh dengan amtsal dan ibarat ?.
Dalam Surat At-Tin, Allah bersumpah atas nama
makhluknya, tiga benda yang ditonjolkan adalah Tin, Zaitun, Thursin yang dibawa
dengan “Waw lil-qosam” (huruf waw untuk kata sumpah). Sebagian Ulama Tafsir
menyebutnya “waw lit-tanbih” (waw untuk diperhatikan). Buah Tin bila diperas,
berintikan minyak sebagai bahan pokok minyak wangi. Demikian pula buah Zaitun
jika diperas, berintikan sari minyak untuk bahan makanan.
Di dalam masyarakat kita terdapat sebuah perumpamaan
tentang buah kelapa : “tempurung adalah syariat, daging kelapa adalah thariqat,
bila dikukur/diparut lalu diperas menjadi santan yaitu hakikat, santan dimasak
jadi minyak, ialah makrifat. Bukit THURSIN (Tursina) sebuah bukit di padang
pasir. Dari segi bahasa berarti “Puncak Sin”.
Thur artinya puncak, dan sin adalah sin. Siapakah Sin
? “Ya Sin (Wahai Sin = manusia).
“Demi Qur’an yang penuh hikmat. Sesungguhnya engkau
(Wahai Sin) adalah seorang Rasul”. (QS Ya Sin 36 : 1-5)
Wa allahu a’lam
Melihat Tuhan dan Rasul adalah pokok agama atau syahadat. Wajib sekali untuk melihat atau mengenal Adz-dzahir dan Al-Bathin Tuhan (makrifat) sebagai awal pendakian kesucian. Sholawat adalah metode yang paling efektif untuk membersihkan hati agar mampu makrifat.
BalasHapusSalam dan mohon maaf