Total Tayangan Halaman

Minggu, 20 Januari 2013

Tentang Jiwa Dan Pengenalan Diri


Tentang Jiwa Dan Pengenalan Diri Oleh Ustad Sinar Agama
Daris Asgar:

Salam Ustadz,,,ijin bertanya ustad,,,pernah ada ulama suni menjelaskan bahwa,,,"JIWAKU...berarti aku bukan jiwa,,,jiwa bukan aku...",,"DIRIKU,,,berarti diri bukan aku,,aku bukan diri"...dan seterusnya,,,jadi bagaimana menjelaskan siapakah aku ini ustadz,,,terimakasih,,,semoga Ustadz sekeluarga selalu di beri Balasan terbaik dariNya,,amin,,,

Sinar Agama :

SAlam dan trims pertanyaannya:

Kita ya ...kita itu. dalam arti bahwa keberadaan kita dan esensi kita ya ... keberadaan dan esensi kita tsb, tidak lebih dan tidak kurang.  seperti  mobil, ya ...mobil itu, tidak lebih dan tidak kurang.

Akan tetapi, ketika kita mau memberntuk proposisi atau kalimat berita atau subyek predikat atau mubtada' khabar atau ingin memerinya suatu berita, maka hal yang satu itu diurai dalam akal hingga menjadi  seperti :

"Mobil merah" atau "Mobil beroda empat" atau "mobil bersetir dari kayu" .... dst. Nah, berita2  seperti  ini terhadap subyeknya yang berupa mobil, hanya merupakan pemisahan akal. Artinya, mobil itu ya .... mobil itu dengan segala keberadaannya yang ada di depan kita itu yg, misalnya merah, setirnya dari kayu, rodanya empat ... dst. Jadi, penguraian ini, tidak membuat mobil itu terpisah dari berbagai berita atau predikat tsb hingga dikatakan bahwa mobil itu bukan merah, mobil itu bukan roda empat, mobil itu bukan bersetir yang dibuat dari kayu buatan kota Jepara -misalnya.

Nah, mengurai diri kita juga bgt. Karena diri kita itu yaitu diri kita sendiri, tidak lebih dan tidak kurang. tetapi ketika kita mau memberitakannya kepada orang lain, maka akal kita mengurainya dalam bentuk berbagai kata-kata dimana yang satunya menjadi subyek dan yang lainnya menjadi predikat. Karena itulah maka bisa dikatakan:

"Diriku berkaki dua" atau "Jiwaku suka memaafkan" atau "jiwaku adalah diriku" ............ dst. Nah, di kalimat2 ini, bukan berarti diri dan jiwa dan aku itu saling terpisah.

Memang diri manusia itu adalah kesulurahannya, sedang jiwa dan badan itu merupakan bagiannya. Beda dengan diri dan ku yang mana diri adalah jati diri umum dan ku adalah yang kumiliki. Jadi, diri-ku adalah identitasku sepenuhnya.

Yakni diriku adalah sepenuhnya keberdaannku ini. Akan tetapi,  seperti  mobil itu, ketika ingn diberitakan ke orang akan hal-hal yang menyangkutnya, maka diberilah kata kepemilikan "ku" itu. Misalnya kita berkata: "Diriku adalah pendosa". Diriku, yakni bukan diri yang lain. Yakni sifat pendosa yang kumaksud dalam proposisiku ini adalah diriku, bukan diri orang lain. Jadi, bukan berart diri dan aku yang dipendekkan menjadi "ku" itu terus berbeda.

Febrina Surayya :

Mohon izin utk ikut menjawab..
Saya bukan dari Syiah...tapi, anggap saja ini utk memperluas wawasan saja..
Dalam alquran ada diberitakan, bahwa pada zaman azali, Tuhan menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung2..semua tidak sanggup. Maka dipikullah amanah itu oleh 'manusia'.
Nah, manusia waktu itu, baru dalam wujud JIWA saja..
Maka, jiwa tersebut kemudian disempurnakan Tuhan dengan membentu JASAD. Kemudian jasad tersebut diberi kekuatan dengan meniupkan ROH. Setelah itu, manusia tsb diberi NAFSU.. Dan terakhir, baru dilengkapi dengan AKAL.
nah, kelimanya ini: Jiwa, jasad, roh, nafsu, dan akal.. Semua adalah komponen lengkap yang namanya MANUSIA.
Namun, jika ada yang bertanya siapa diri kita, maka diri kita yang sebenarnya adalah JIWA. karena jiwa yang akan mengalami 6 masa dalam kehidupan manusia: alam ruh, alam rahim, alam dunia, alam barzah, alam mahsyar, dan alam akhirat..
Semoga keterangan ini bermanfaat..

Sinar Agama :

Febri: Trims komentarnya.

Saya sudah sering menjelaskan di catatan bahwa ruh sebelum adanya badan manusia itu, tidak ada. Yakni keterangan tentang adanya ruh2 individu di alam dzar atau alam alastu atau alam ruh itu, tidak ada dan yang ada hanya tuhan-species manusia yang ditakan ruh agung atau ruh universal. Yakni satu ruh yang mengurusi peniupan ruh2 individu pada badan2 yang sudah siap, sesuai dengan ijin Allah. Biasanya juga dikenal dengan malaikat peniup ruh. tetapi ingat, sudah sering dijelaskan pula bahwa peniupan ruh itu bukan seperti meniup balon dan dari luar balon. tetapi dari dalam badan itu sendiri yang berproses sejak dari mani. Jadi, peniupan ruh itu sebenarnya berupa pengaturan kelangsungan perkembangan ruh cacing mani kepada ruh manusia.

Ssh sering dijelaskan pula di fb ini bahwa ruh itu bisa disebut jiwa karena kepengaturannya terhadap badan materi manusia. Sedang penyebutan ruh itu karena dari sisi keterhubungannya dengan akalnya yang notabene berhubungan dengan non2 materi  seperti  ilmu dan Tuhan. Jadi, ruh dan jiwa itu sama saja.

Sdh sering dijelaskan pula bahwa setiap badan memiliki ruh non materi ini. Karena ia yang akan mengatur semua gerakan atom2nya, pertumbuhannya, gerak2nya dan rasa/perasaannya serta akalnya.

Makhluk materi yang mesti memiliki ruh itu, ada yang hanya memiliki ruh-daya-tambang,  seperti  batu, air, tanah dan semacamnya. Ada yang disamping memiliki ruh-daya-tambang, ia juga memiliki ruh-daya-nabati, yaitu yang mengatur pertumbuhannya. Ada juga yang memiliki ruh-daya-hewani, yaitu yang mengatur gerak ikhtiarinya serta rasa/perasaannya. Serta ada yang paling lengkap, yaitu manusia yang ruhnya juga memiliki daya-akal.

Jadi, ruh itu satu tetapi memiliki daya2 yang sesuai dengan derajat wujudnya tsb. Karena itu ruh dan jiwa itu sama saja. Dan jiwa/ruh ini, hanya ada setelah badan materinya siap menerimanya, yakni menerima proses gerakannya sejak dari ruh-mani tsb. Jadi, sebelum badannya ia tidak ada dan, karenanya tidak pernah berhubungan dengan amanat yang ditawarkan kepadanya di alam sebelum materi.

Sdh sering dijelaskan juga bahwa pertanyaan Tuhan kepada manusia di alam ruh bahwa apakah Tuhan itu Tuhan manusia dan dimana dijwab oleh semua ruh bahwa benarlah bahwa Ia adalah Tuhan manusia, maksudnya adalah fitrah manusia. Jadi, fitrah manusia yang baru ada setalah badannya ini, membawa kejelasan akan hakikat makrifat akan keterbatasan dirinya yang tidak mungkin terjadi dengan sendirinya dan kejelasan makrifat bahwa ia pasti dibuat oleh Tuhannya. Jadi, dialog itu bukan terjadi di alam ruh sebelum penciptaan badan, tetapi di fitrah ruh yang diciptakan setelah penciptaan badannya.

Karena itulah, maka amanat itu sebenarnya merupakan konsekwensi dari kefitrahan manusia yang disebabkan fitrah akalnya itu dimana tidak dimiliki oleh kebanyakan makhluk lainnya selain jin. Jadi, karena hanya manusia yang memiliki akal dimana akal ini sudah tentu menentang kebatilan dan kebinatangan, maka jelas ia akan maju ke depan menerima amanat itu.
Karena itulah, maka penerimaan amanat itu kemuliaan manusia dan firman Tuhan yang mengatakan bahwa manusia itu Zhaluuman (sangat aniaya) dan Jahuulan (sangat bodoh), adalah pujian bagi manusia. Karena hanya manusia yang bisa sampai ke derajat zhaluuman jahuulan ini. Malaikat saja, masih merasa tahu ketika Tuhan mengatkan ingin mencipta khalifahNya dengan protes halusnya itu. tetapi manusia yang hakiki, yang sampai pada derajat Insan Kaamil, maka jelas ia tidak akan melakukan itu karena ia akan selalu merasa Zhaluuman dan Jahuulan di hadapanNya dimana makrifat ini adalah makrifat yang tinggi, karena telah meyakini ketidak tahuan dirinya sama sekali dan keaniayaannya di hadapan Tuhan yang Maha Tahu dan Tidak Aniaya.

Semua ini sudah sering dijelaskan di tulisan2 alfakir di fb ini. yang belm membacanya dan ingin tahu, maka lihatlah kerinciannya disana.

Jadi, jati diri manusia itu adalah ruh/jiwa dan badan walaupun hakikat jati diri sesungguhnya adalah ruh/jiwanya itu. Karena ialah yang akan masuk kuburan dan ditanyai, dan ialah yang akan ke akhirat dan mempertanggung jawabkan semua keimanan dan perbuatannya di dunia ini.

Jadi, diri atau jiwa atau jiwa dan badan adalah jati diri umum dan diriku, jiwaku atau jiwa dan ragaku adalah jati diri khusus, yaitu yang bukan dirimu, jiwamu atau bukan jiwa dan ragamu.

Daris Asgar :

Salam Ustadz,,terimakasih banyak ustadz atas jawabannya ustadz,,,
Alhamdulillah mudah dipahami Ustadz,,,
megenai catatan ustadz unsur Ruh itu sudah bebrapa yang sudah pernah saya baca begitu juga dengan pujian Dzoluman Jahula thd manusia.
mohon ijin Ustadz bilaboleh melanjutkan pertanyaan,,,
Apakah pembagian unsur2 ruh tsb berdasarkan FirmanNya,,Sabda Nabi Saww atau riwayat dari para Maksumin As..atau untuk memudahkan pemahaman yang diuraikan dengan ilmu filsafat,,Terimakasih Ustadz sebelumnya..

Sinar Agama :

Daris: Saya tadinya tidak mengurai tentang ruh dan jiwa itu, karena mmg sudah saya rasakan dari pertanyaan antum ini, bahwa antum menanyakan hal-hal yang perlu dijawab  seperti  yang di jawaban awal itu. Karena itu, saya hanya menerangkan tentang diri, jiwa ( yang juga dalam arti diri) dan aku-nya aku, pada kata ganti kepemilikan  seperti  jiwaku itu. tetapi karena ada sumbangan dari mbak dari Padang itu (smg Tuhan selalu menjaganya dan menjaga kita semua), maka saya mengulang lagi berbagai hal tentang ruh dan jiwa itu.

Pembahasan2 yang bertebaran di Qur an dan hadits tentang ruh dan jiwa, tentu saja sangat banyak dan perlu kepada dasar pemikiran yang jelas untuk memahaminya. Pemikiran yang jelas itulah yang kemudian dikatakan filsafat. Nah, kejelasan dalil akal gamblang, tentu di filsafat. Lalu setelah melihat dalil-dalil filsafatnya yang gamblang itu, maka dibawa untuk memahami ayat dan riwayat. Jadi, konsep akalnya ditata dulu dengan baik, baru setelah itu melihat Qur an dan hadits.

Karena itulah, untuk membantu orang-orang yang anti filsafat, murid dan menantu Mulla Shadra ra, yaitu Faidh Kaasyaanii, menulis kitab ayat dan hadits yang susunan pembahasannya  seperti  susunan pembahasan dalam filsafat. Yakni dari sisi penjudulan dan pensubjudulan.

Jadi, semua yang sudah dipelajarkan di hauzah di materi filsafat dan bahkan irfan sekalipun, semuanya sudah dicocokkan dulu dengan Qur an dan hadits sejak ratusan tahun yang lalu.

 tetapi kalau antum sendiri yang akan masuk ke nuansa hadits-hadits yang sangat banyak itu, maka akan sulit mencari kesimpulan ilmiahnya. Itulah mengapa saudara2 seiman sunni, sekalipun ulama, tidak bisa menembus hadits-hadits itu hingga membuat penamaan2 yang tidak sistematis,  seperti  ruh, jiwa, hati, akal ... dst itu, karena mereka biasanya tidak mengkaji alat yang namanya kaidah akal, terutama filsafat. Kalau logika sih, di pesantren2 NU saja biasanya dipelajari. tetapi filsafat, mereka biasanya menjauhi. Karena itu mereka seakan menggunakan Qur an dan hadits dalam penamaan2 dan pembagian2 itu, padahal semua itu, bukan yang dimaksudkan oleh Qur an dan haditsnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar