Isra’ Mi’raj dalam
Tinjauan Naql dan Akal (perjalanan dengan badan dan ruh, atau ruh saja atau
terinci dari keduanya?!!) Oleh Ustad Sinar Agama
Bismilla
Banyak
pertanyaan dari teman-teman tentang hakikat Isra’ Mi’raj ini. Saya sendiri
kurang tertarik membahasnya. Karena terkadang sebagian orang hanya ingin tahu
saja, atau bahkan ada yang bertanya karena
mau menulis di sebuah buletin. Belajar yang model ini –model ingin tahu apa
ceritanya atau ingin menuliskannya ke orang lain- sulit melahirkan ketakwaan. Karena itu saya kurang tertarik
menuliskannya. Terlebih lagi, karena untuk menguak hakikatnya perlu kepada
pembahasan filsafat, maka saya semakin tidak tertarik. Karena disamping hakikat
ini tidak wajib diketahui secara detail, bisa-bisa pembahasan filosofisnya ini
bahkan menjadikan diri kita bangga saja. Smentara kebanggaan seperti ini (hanya
tahu, yakni tidak untuk diimani dan diamalkan) adalah kebanggaan yang kering
dan kosong. Karena jelas, setinggi apapun argumentasinya, maka ia tetap
merupakan Ilmu Hushuli yang akan hilang dikala kita mati. Tetapi kalau untuk
diimani dan diamalkan, maka ia jelas akan menjadi Ilmu Khudhuri yang akan
dibawa mati.
Baiklah saya akan coba memberikan sedikit penjelasan
tentang Isra’ Mi’raj itu sesuai kemampuan, ruang dan waktunya.
Namun, sebagai anjuran, hendaknya kita membuat
sistematika pembelajaran Islam. Setidaknya supaya kita tidak mempelajari Islam
tergantung dengan situasi dan kondisi. Ini yang pertama.
Yang ke dua, hendaknya pandai-pandai memilih obyek
pengetahuan Islam yang mau dipelajari, hingga bisa mendahulukan yang memang
perlu didahulukan, dan dan mengenyampingkan yang tidak darurat atau stidaknya
kurang emergency.
Ke tiga, penjelasan Isra’ Mi’raj ini, akan sangat
tergantung pada penjelasan-penjelasan saya sebelumnya tentang makhluk
sesuai dengan pandangan filsafat. Karema itu saya akan memberikan ulasan ulang
sedikit tentang hal tsb:
(1). Tatanan Wujud
Ciptaan atau Gradasi Ciptaan
Sebelum ini , sudah
sering saya jelaskan tentang gradasi alam semesta (bukan gradasi wujud) atau
makhluk Tuhan. Ringkasnya sbb:
(1-a). Golongan
pertama, makhluk Tuhan yang dikenal dengan Akal. Makhluk Akal ini dimulai
dari Akal-pertama, ke dua, ke tiga ...dst sampai pada Akal-akhir.
Definisi makhluk Akal
ini adalah keberadaan non materi mutlak dengan makna pertama, yaitu yang tidak
mengandungi apapun kehinaan rangkapan materi, baik rangkapan materialnya atau
sifat-sifatNya.
Rangkapan, merupakan
kehinaan bagi wujud, karena menkonsekwensi-i keterikatan pada masing-masing
rangkapannya itu. Karenanyalah maka semakin banyaknya rangkapan yang dikandungi
sesuatu itu, akan membuatnya semakin terikat. Sedang wujud yang semakin
terikat, dalam hakikat dan filsafat, dikatakan semakin hina dalam gradasi
wujudnya. Karena semakin banyaknya keterikatan dalam wujudnya, walau hanya pada
bagian-bagian dirinya, akan membuatnya semakin tergantung pada bagian-bagiannya
tsb. Inilah makna hina dalam wujud dan filsafat, bukan dalam akhlak.
Jadi, ketergantungan
sesuatu pada bagian-bagiannya, sama dengan ketergantungannya pada sebab
pewujudnya. Karena bagian-bagiannya itu juga sebab bagi keberadaannya dimana
kalau tidak ada bagiannya, pasti tidak akan penah ada keseluruhannya. Jadi,
disamping sesuatu itu tergantung pada sebab adanya, ia juga tergantung pada
sebab bagiannya. Dan semakin sesutu itu memiliki banyak ketergantungan ini, maka
hal itu akan menyebabkannya semakin rendah dalam derajat wujudnya.
Sedang Wujud Akal yang
tidak memeiliki rangkapan itu, sudah pasti merupakan wujud yang barada di maqam
yang paling tinggi di antara makhluk-makhluk lainnya. Dan karena ketinggian
mereka itulah maka mereka juga disebut dengan surganya orang-orang yang didekatkan (muqarrabun yang jauh di atas
surganya mukminin). Dan, hanya yang paling tinggi diantara merekakah, yakni
Akal-pertama yang hanya layak disentuh tangan Tuhan dan menjadi makhlukNya
secara langsung. Karena itu, yang lainnya, seperti Akal-dua, tiga, empat ...
dst diciptaNya melalui yang sekelas di atasnya. Misalnya Akal-dua, diciptaNya
dengan perantaraan Akal-satu. Akal-tiga dengan perantaan Akal-dua ...dst.
Beda antara Tuhan yang
tidak berangkap dengan wujud-wujud Akal yang juga tidak berangkap itu adalah
pada keterbatasan mereka dan ketidak terbatasanNya (dan jarak ini tidak
sedikit, bakan juga tidak terbatas). Yang ke dua, mereka terikat padaNya dan
pada sebab-sebab perantaranya (bagi selain Akal-pertama) sekalipun tidak
terikat pada bagian-bagian diri mereka yang dikarenakan ketidak punyaan mereka
terhadap rangkapan-rangkapan diri tsb.
Sebagai tambahan:
Akal-pertama juga
dikenal dengan Nur Muhammad; Akal-akal itu dikenal dengan Jabarut atau
Jannatulmuqarrabiin atau Surga yang didekatkan padaNya; Akal-akhir juga disebut
‘Arsy atau Maqam pertama di atas surga atau Lauhu al-Mahfuzh. Dan dalam Qur an
juga biasa dikenal dengan Malaikat ‘Aaliin/tinggi:
قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ
“Berkata –Allah:
‘Wahai iblis, apa yang membuatmu tidak bersujud kepada –Adam- yang telah Kubuat
dengan kedua tanganKu sendiri. Apakah karena kamu sombong atau karena kamu
tergolong dari yang tinggi?’” (QS: 38: 75)
Ayatullah Jawadi
Omuli, walau tidak terlalu memastikan dalam pelajarn Filsafat dan Irfannya,
mengatakan bahwa memang ada kemungkian terhadap adanya malaikat tinggi yang
tidak diperintah sujud kepada nabi Adam as. Karena itu Allah berfirman:
“Apakah karena enkau
sombong atau karena kamu tergolong dari yang tinggi –kedudukannya?
Dalam hadits juga
banyak diriwayatkan yang secara bisa dipadukan setelah kita mengenali kaidah
akal. Hadits2 yang dimaksud seperti berikut: lahiriahnya berbeda akan tetapi
في سئوالات الشامي عن أمير المؤمنين أخبرني عن أول ما خلق الله تبارك وتعالى فقال: النور
“Yang termasuk
pertanyaan orang Syam (Suriah) kepada imam Ali as adalah: ‘Beritahukan padaku
tentang apa yang pertama kali dicipta Allah?’ Beliau menjawab: ‘Cahaya.’.”
(Biharu al-Anwaaar, jld. 1, hlm. 96)
قال النبي (صلى الله عليه وآله): أول ما خلق الله نوري.
“Nabi saww bersabda:
‘Pertama kali yang dicipta Allah adalah cahayaku.’.” (Bihaaru al-Anwaar, jld 1,
hal. 97)
وفي حديث آخر أنه (صلى الله عليه وآله) قال: أول ما خلق الله العقل
Dalam hadits yang lain
Nabi saww bersabda: “Pertama kali yang dicipta Allah adalah Akal.” (Biharu
al-Anwaar, jld 1, hal. 97)
Saya tidak akan
menjelaskan tentang masalah Akal-pertama dan mengapa bisa diterapkan hadits Cahaya,
Cahayaku atau Akal di atas. Karena memang kita sekarang tidak sdengan
membahasnya dan, apalagi sepertinya saya dulu sudah pernah menuliskannya.
Dalil filosofisnya:
Sudah sering pula saya jelaskan tentang dalil mengapa Tuhan mesti mencipta satu
makhluk dulu, baik di keterangan-keterangan filsafat dan Irfan atau, bahkan di
penjelasan tentang akidah.
Intinya adalah: Kalau
Tuhan mencipta dua atau lebih makhluk secara langsung, maka Ia akan menjadi
terpetak. Dan keterpetakanNya ini akan membuatNya terbatas dimana kalau Ia
menjadi terbatas maka Iapun akan menjadi makhluk, bukan Tuhan.
Penjelasannya:
(1-a-1). Antara sebab
dan akibat mesti memiliki kesejenisan (bc tidak asing). Karena itu mani manusia
hanya akan menjadi manusia; biji jagung hanya menumbuhkan pohon jagung; api
hanya melahirkan panas; es hanya menyebabkan dingin ....dst.
(1-a-2). Kalau Tuhan
mencipta dua atau lebih makhluk yang berbeda secara hakikat dan esensi secara
langsung, maka masing-masing esensi itu pastilah keluar dari KuasaNya
tersendiri. Misalnya mencipta langit dan bumi. Karana kedua makhluk/esensi ini
saling berbeda, dan karena antara sebab dan akibatnya harus memiliki
kesejenisannya, maka sudah pasti langit dan bumi tsb diakibatkan oleh dua
KuasaNya, bukan satu KuasaNya. Karena kalau diakibatkan oleh satu KuasaNya,
maka salah satu dari keduanya itu sudah pasti tidak diabkibatkan oleh akibat
yang senafas denganya.
Misalnya, kalau bumi
yang diakibatkan oleh Kuasa kebumianNya, maka keluarnya langit dari sumber atau
Kuasa yang sama membuatnya juga diakibatkan oleh Kuasa Kebumian tsb. Dan, kalau
hal ini terjadi, berarti langit diakibatkan oleh akibat yang asing dan tidak
sejenis atau senafas denganya. Ini berarti, kita telah mengingkari keharusan
adanya kesejenisan antara sebab dan akibat. Akbitnya, sama saja dengan kita
mengatakan bahwa telur ayam telah menetaskan anak harimau atau ikan paus atau
manusia atau pohon jagung.
Tambahan penjelasan: Dari semacam penjelasan di atas itulah yang
kemudian muncul tiori yang sangat kesohor di filsafat yang mengatakan: “Satu
hanya melahirkan satu”, atau “Satu hanya akan diakibatkan dari
satu”.
Sudah tentu satu
disini adalah satu yang hakiki, bukan yang mengandungi rangkapan seperti mani
dst. Karena kelau mengandungi rangkapan seperti mani tsb, maka ia juga akan
mengakibatkan banyak (tidak satu), baik banyak yang dalam rangkapan atau bisa
saja banyak yang terurai atau yang cerai berai.
Simpulan penjelasan
tentang makhluk Akal:
Dengan penjelasan di
atas, dapat diketahui bahwa Akal-akal ini, khususnya Akal satu, tidak hanya
dicipta sebagai makhluk pertama sebagai makhuk pertama saja dan makhluk-makhluk
lainnya juga akan diciptakanNya secara langsung seperti dia setelah
menciptanya. Karena kalau hal ini terjadi, maka kita harus mengingkari
keharusan adanya kesenyawaan dan kesejenisan antara sebab dan akibat
sebagaimana maklum. Akan tetapi ia (Akal-pertama), dan siapapun yang dicipta
mendahului yang lainnya (tentu yang ada dalam satu garis, seperti mani yang
telah menjadi kita, bukan mani yang tlh menjadi kakek tetangga dengan diri kita
yang lahir setelahnya), maka ia adalah sebab perantara baginya. Inilah makna
mendahului dalam filsafat. Yakni menjadi sebab bagi keberadaan wujud
berikutnya.
Dengan demikian, maka
satu-satunya makhluk Tuhan hanyalah Akal-pertama tsb. Dan yang lainnya
diciptakanNya melaluinya secara berurut dan beruntun. Jadi, dari Akal-pertama
akan tercipta Akal-dua, dari Akal-dua tercipta Akal-tiga ....dst sampai kepada
Akal-akhir yang juga disebut ‘Arsy ini. Lalu dari Akal-akhir muncul makhluk
Barzakh sebagaimana yang akan dijelaskan di bawah ini.
Tambahan simpulan:
Karena Akal-pertama
atau Akal-satu itu adalah makhluk yang telah diberikanNya kesempurnaan akan
munculnya makhluk-makhluk berikutannya secara beruntun dan tertib, dan juga
yang akan terus saling terikat disebabkan sistem sebab-akibat itu (lihat
penjelasan lbh lanjut di makhluk Golongan ke dua alias Barzakh), maka perkataan
bahwa Tuhan hanya mencipta Akal-pertama secara langsung itu, sama dengan
mengatakan bahwa Tuhan mencipta alam ini dengan sekali ciptaan. Atau dapat
dikatakan bahwa ketika Tuhan mencipta Akal-pertama, maka berarti Ia telah
mencipta semua alam dengan segala susunannya, keterikannya dan kepengaturannya
itu. Karena itulah, maka Akal-satu juga dikenal dengan Alam-Jaami’,
Alam-Lengkap dan Alam-sempurna. Ia satu makhluk, tetapi karena ia adalah sebab,
pengikat dan pengatur bagi semua wujud yang berada di bawahnya (langsung dan
tidak langsung), maka ia adalah hakikat semesta itu sendiri. Terlebih
ketika ditamabahkan kaidah lain yang mengatakan bahwa akibat itu tidak akan
pernah berpisah dari sebabnya.
(1-b). Golongan
ke dua adalah Makhluk Barzakh. Hakikat Barzakh ini adalah non materi
mutlak dalam arti kedua (yaitu yang zat dirinya non materi dan kerja-kerjanya
tidak memerlukan kepada materi. lawan dari ruh –seperti ruh manusia- yang zat
dirinya non materi tetapi dalam kerja-kerjanya memerlukan materi –non materi
tidak mutlak). Yaitu wujud non materi dalam arti tidak memiliki material atau
matter, akan tetapi memiliki sifat-sifatnya. Hakikatnya persis seperti api,
apel, singa, pohon, ....dst yang ada dalam benak dan ide/khayal kita atau yang
kita lihat dalam mimpi. Jadi, walaupun ia hakikat non materi, akan tetapi tidak
terlalu bersih darinya. Karena itu ia memiliki warna, bentuk, rasa ..dst.
Walhasil memiliki semua sifat materi selain matter dan bendawiahnya.
Karena itulah Barzakh
ini juga disebut dengan Alam-Khayal (bukan khayalan manusia) disamping disebut
dengan Alam-ide, Alam-mitsaal, tuhan-species-materi, kitab qada’ dan qadar,
..dst.
Keberadaan Barzakh ini
terwujud dari Akal-akhir. Saya tidak akan ceritakan adanya perbedaan bbrp
filosof tentang hakikat Barzakh ini dari sisi hubungannya dengan Akal-akhir.
Saya hanya mau membahas yang umum saja tentang asalnya, yaitu bahwa dia berasal
dari Akal-akhir. Dan ia juga yang nantinya akan melahirkan Alam Materi sebagai
susun akhir dari Tata Wujud Makhluk atau Gradasi Makhluk ini.
Wujud Barzakh ini,
selain terikat dengan Tuhan sebagai pencipta aslinya, ia juga terikat dengan
sebab-sebab perantara di atasnya dan, tentu saja ia juga terikat dengan
bagian-bagiannya walaupun blm berupa bagian-bagian material dan hanya berupa
sifat-sifat materi sj. Akan tetapi, karena ia memiliki bagian-bagian itu, maka
ia sudah mulai terikat kepada bagian-bagian dirinya dimana hal ini tidak ada
pada makhluk Akal.
Dalam al-Qur an, ia
disebut dengan alam malaikat, malakut atau malaikat pengatur semesta
(mudabbiraati amran) seperti dalam QS: 79: 5:
فَالْمُدَبِّرَاتِ أَمْرًا
“Demi
(malaikat-malaikat) yang mengatur segala urusan2 –dunia.”
Tambahan keterangan
penamaan:
Di atas telah
dikatakan bahwa Akal-akhir dikatakan juga sebagai ‘Asy Allah atau Singgasana
Allah. Dalam QS: 10: 3, Allah berfirman
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ
“Sesungguhnya Tuhan
kalian adalah Allah yang telah mencipta langit dan bumi dalam enam hari,
kemudian Ia duduk di atas Singgasana –‘Arsy- mengatur semua urusan.”
Manusia, dengan akal
yang diberikanNya, dapat mengerti kaidah-kaidah gamblang keberadaan yang,
biasanya dibahas dalam suatu ilmu yang dikenal dengan Filsafat. Maka ia
mengerti susunan tiga alam tsb (Akal, Barzakh dan Materi). Di lain pihak Tuhan
juga memberikan penjelasan untuk membantu yang tidak biasa berfikir filsafati,
dengan penjelasan-penjelasan ayatNya di atas itu. Karena itulah dapat
disimpulkan bahwa Akal-akhir itu adalah ‘Arsy, karena setingkat di bawahnya
terdapat Barzakh sebagai Pengatur Alam Materi (dunia).
Kata Ayatullah Jawadi
Omuliy, Allah swt telah mengumpamakan PengaturanNya dengan para pengatur negara
yang disebut raja yang duduk di kursi singgasananya dan mengatur
negara/rakyatnya dimana dalam pengaturannya itu jelas tidak langsung, akan
tetapi dengan memerintahkan menteri-materinya. Allah juga, sesuai dengan
ayat-ayat di atas, duduk (menguasai, bukan duduk material) di atas (maqom dan
bukan tempat materi) ‘Arsy untuk memberikan intruksi-instruksiNya kepada para
malaikat mudabbir tsb (mudabbiraati amran).
Tambahan penjelasan
tentang pengaturan:
Pengaturan dalam wujud
semesta, tidak sama dengan pengaturan sosial manusia. Karena pengaturan dalam
sosial manusia, satu sama lain sama-sama mandiri dari sisi wujud, tetapi
terikat hanya dari sisi sosial dan kesepakatan. Karena itu, presiden, tidak
mengakibatkan ada dan wujud rakyatnya. Akan tetapi karena dalam kesepakatan ia
telah dipilih oleh rakyatnya untuk mengatur mereka, maka ia mengatur mereka.
Akan tetapi dalam
kepengaturan wujud atau eksistensi, dimulai sejak awal wujud atau keberadaan
yang akan diaturnya itu. Jadi, yang akan diaturnya itu adalah akibatnya
sendiri. Artinya suatu wujud yang terlahir dari dirinya atas aturan Tuhannya.
Dengan kata yang lebih gamblang, bahwa wujud pengatur itu adalah hakikat sebab
wujud dan keberadaan bagi yang akan diaturnya tsb.
Keberadaan atau wujud,
kalau tidak memiliki keterikatan sebab akibat, seperti pohon kelapa di depan
rumah dengan pohon jagung yang ada di kebun, maka keduanya akan saling asing
dan tidak berbubungan. Karena itu tidak bisa saling terikat dan apalagi
mengatur secara wujud, bukan sosial. Begitu pula antara satu makhluk dengan
makhluk lainnya. Karena itu, maka bagaimana mungkin bisa saling berhubungan
secara wujud dan mengaturnya?
“Kemudian
masukkanlah Karena itulah, karena
keterikatan wujud itu, hanya dengan dan hanya dalam, sistem sebab-akibat, maka
sebuah wujud hanya akan terikat dengan sebabnya. Dan karena keterikatan kepada
sebabnya itulah maka apapun yang terjadi padanya, hanya melalui pengaturan
sebabnya, baik dari awal keberadaannya sampai kepada kesinambungan wujudnya.
Akan tetapi, karena
sebab yang juga akibat itu sebenarnya juga tergantung kepada sebabnya sjk dari
awal wujudnya sampai kepada kesinambungannya dan seluruh aktifitasnya, dan
karena sebab hakiki yang tidak bersebab itu hanyalah Allah, maka Dia-lah
penyebab dan pengatur hakiki itu. Dan yang lainnya hanyalah sebab dan pengatur
perantara.
Karena itulah, kadang
Tuhan mengatakan: “Aku Mencipta dan menurunkan hujan, ...”, tetapi kadang
mengatakan: “Kami Mencipta dan menurunkan hujan.”
Artinya, ketika Tuhan
mengatakan “Aku” maka Ia ingin mengatakan bahwa pencipta dan penyebab serta
pengatur hakiki itu adalah Dia. Tetapi ketika mengatakan “Kami”, maka Tuhan
ingin mengatakan bahwa penciptaan kita dan pengaturannya itu tidak langsung.
Artinya memakai perantara atau wasilah.
Karena itulah dalam
sistem doa dan berhubungan denganNya, sistem ini juga ada. Yakni sistem wasilah
dan perantara ini, dan bahkan Tuhan sangat menekankan tentangnya. Karena itu
dalam QS: 5: 35, Ia berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ
“Wahai orang-orang
yang beriman, berperantaraanlah kalian untuk mendekatiNya!”
Artinya, kalau dalam
Tatanan Wujud Ciptaan, wujud yang ada di derajat lebih bawah menjadi ada/wujud
karena wujud yang berada di derajat yang labih atas darinya, maka dalam
mendekatiNya juga demikian. Yang berada di derajat iman dan ketakawaan yang
lebih rendah “wajib” bertawassul dan berperantara dengan orang yang iman dan
takwanya lbh tinggi darinya.
(c). Golongan ke
tiga (akhir) adalah Alam-materi. Hakikatnya adalah keberadaan yang
memiliki matter atau bendawiah serta sifat-sifatnya. Yaitu alam yang terhampar
di hadapan kita ini dimana kita termasuk di dalamnya.
Ciri khusus materi
adalah memiliki panjang, lebar dan tebal alias volume (isi) dan, tentu saja
waktu (volume gerak).
Kalau keberadaan non
materi mutlak (Akal dan Barzakh) adalah wujud yang hanya memiliki kebaikan
mutlak, artinya tidak memiliki keburukan apapun, akan tetapi kalau Alam Materi
sebaliknya. Karena ia juga memiliki keburukan. Akan tetapi keburukannya lbh
sedikit dari kebaikannya. Karena itulah maka ia dikenal dengan keburukan di
dalam al-Qur an (seperti: “....dari keburukan apa2 yang telah Ia cipta”), dan
dikenal dengan efek samping di dalam filsafat.
Efek samping ini tidak
bisa dihilangkan karena derajat wujud materi memang tidak bisa lepas darinya.
Hakikat dan esensi Alam Materi, adalah suatu hakikat yang terikat dengan ruang
(baca: volume/isi) dan waktu disamping keterikan2 yang lain. Dan karena
hakikatnya yang demikian itulah maka ia memliki banyak kekurangan dimana
kekurangannya itu yang dikatakan efek samping. Misalnya, manusia yang hakikatnya
adalah suatu wujud yang bernafas dengan paru2, maka ia sudah pasti tidak akan
bisa bernafas di dalam air. Jadi, kalau kekuranganya ini harus ditiadakan, maka
sama halnya dengan tidak mencipta Alam Materi sama sekali. Karena yang tidak
terikat dengan volume (panjang, lebar dan tebal) dan waktu hanyalah wujud-wujud
non materi (Akal dan Barzakh).
Dan sudah tentu kalau
Tuhan tidak menciptakannya, sudah pasti Ia akan terbatas. Karena Ia akan
menjadi kikir, bakhil, zhalim, tidak mengetahui (jahil), tidak bijaksana
....dst. Hal itu karena Ia telah meninggalkan kebaikan yang banyak disebabkan
keburukan yang sedikit. Ini berarti kezhaliman dan ketidak bijakan yang nyata.
Mengapa demikian? Karena kalau Tuhan meninggalkan 90 % kebaikan supaya
terhindar dari 10 % keburukan, maka sama halnya Ia telah melakukan keburukan 90
% demi melakukan kebaikan 10 %. Karena meninggalkan kebaikan sama dengan
melakukan keburukan, begitu pula sebaliknya.
Karena itulah, maka
Alam Materi yang penuh dengan batasan ini, dan mengandungi keburukan yang pada
hakikatnya adalah efek samping, mesti dicipta. Hal itu karena ke-Bijakan,
ke-Murahan, ke-Maha Kasih, ke-Maha PandaianNya ...dst. Jadi, tidak benar kalau
ada orang berkata, mengapa Tuhan mencipta alam atau mencipta aku yang tidak
memintanya??!!!
(2). Derajat Alam
atau Makhluk Barzakh
Makhluk Barzak ini
dikatakan Barzakh atau “Antara”, karena ia menempati posisi tengah antara Alam
Non Materi Mutlak (Akal) dan Materi Mutlak. Mirip dengan alam kubur yang
disebut Barzakh (Antara kehidupan dunia dan akhirat).
Dalam filsafat, telah
dibuktikan bahwa Makhluk Barzakh ini adalah Asal dari Alam Materi ini. Karena
itu ia disebut juga “Tanah Asal” atau “Negeri Asal” atau “Tanah Air” yang
dimaksudkan dalam hadits yang berbunyi:
“Cinta tanah air/asal adalah
bagian dari iman.”
Dengan demikian, maka
esensi atau spesies apapun yang ada di dunia materi ini, sudah pasti berasal
dari Barzakh. Karena itu pulalah ia disebut juga dengan “Alam Mitsal” (alam
contoh dari semua spesies materi).
Kita melihat di dunia
materi ini milyaran spesies makhluk, dari atom sampai ke manusia sebagai
makhluk materi yang paling afdhal. Makhluk Materi ini, diadakan dan diatur oleh
Makhluk Barzakh sebagai Pengatur atau Mudabbiraat-nya.
Akan tetapi, karena
Makhluk Barzakh ini adl wujud non materi mutlak dan merupkan satu wujud
global-mencakup (bukan global pahaman), dan karena Alam Materi adalah materi
mutlak dan satu wujud yang banyak (individu), maka ia memerlukan kepada
perantara dan barzakh lagi. Barzakh ke dua inilah yang dikenal dengan Ruh, Jiwa
dan semacamnya. Karena itulah pada setiap wujud atau setiap spesies,
diletakkannya wujud Non Materi Tidak Mutlak Dengan Makna Ke Dua (zat dirinya
non materi akan tetapi dalam kerja2nya memerlukan kepad amateri) atau Non
Materi Individu (syakhshi atau tasyakhkhush).
Dengan penjelasan di
atas, maka dapat dipahami bahwa tidak ada satu wujud materipun kecuali ia
memiliki ruh yang mengatur jalannya gerak dan apapun proses yang menyangkut
dirinya, walau hanya gerakan putaran2 atomnya.
Ruh yang ada di Alam
Materi ini memiliki 4 tingkatan: Ruh Tambang; Ruh Nabati; Ruh Hewani dan Ruh
Akli (akal manusia). Terkadang, satu materi hanya memiliki satu tingkatan Ruh
saja, seperti benda2 yang nampak mati yang hanya memiliki Ruh-tambang. Akan tetapi
ada yang memiliki dua tingkatan ruh, seperti Ruh Nabati yang sudah pasti juga
memiliki Ruh-Tambang. Hal itu karena tidak ada Nabati apapun yang tidak
memiliki badaniahnya atau matternya atau materialnya yang perlu kepada
pengaturan seperti putaran2 atomnya. Dan ada juga yang memilki tiga tingkatan
(yaitu binatang atau hewani) dan bahkan ada yang memiliki empat tingkatan,
yaitu manusia. Tingkatan2 ruh itu, kalau ada dalam satu materi (spesies),
biasanya disebut dengan Quwwah atau Daya.
(3). Hakikat Surga-Neraka
Surga-neraka ini,
merupakan ajaran agama langit yang dibawa oleh para nabi dan rasul.
Surga-neraka ini, juga merupakan akibat atau hasil dari buah perbuatan manusia.
Sudah tentu, sebab tunggalnya adalah karena manusia memiliki daya ruh yang
dikatakan dengan akal dan pikiran.
Karena surga-neraka
merupakan akibat dari wujudnya akal, dan akal ini hanya dimiliki oleh manusia,
maka sudah tentu kesurgaan surga dan kenerakaan neraka diukur dari sesuai
tidaknya kedua makhluk itu (surga-neraka) dengan manusia dan akalnya. Artinya,
surga yang merupakan kenikmatan, adalah kenikmatan diukur dari manusia. Begitu
pula neraka yang merupakan tempat siksa. Makanan segar dan enak, merupakan
salah satu kenikmatan surga. Padahal ia merupakan makanan yang tidak enak bagi
wujud lain yang bernama bakhteri. Tikus yang merupakan makanan enak bagi ular,
tidak akan ditemui di dalam kenikmatan surga.
Dan karena
surga-neraka ini berada di jalan balik manusia menuju Tuhan (dengan mati dan
kiamat), maka sudah tentu ia berada di tingkatan yang lebih tinggi dari Alam
Materi dan, sudah tentu keduanya berada di Alam Barzakh atau Makhluk Barzakh.
Karena itu keduanya merupakan kenikmatan dan siksa yang jauh melebihi
kenikmatan dan siksa yang ada di Alam Materi. Hal itu, karena Barzakh adalah
sebab bagi Alam Materi.
Dengan kata yang lebih
ilmiah dalam pandangan filsafat, dapat dikatakan bahwa tuhan2 spesies atau
malaikat2 pengatur dari spesies2 yang ada di Alam Materi inilah yang dikatakan
sebagai surga-neraka dan “Negeri Balik” atau “Tempat Balik” atau “Negari Asal”.
Surganya, adalah malaikat2 spesies dari spesies apa saja yang sesuai dengan
akal dan manusia, sedang Nerakanya, adalah asal spesies2 yang tidak sesuai,
seperti api, duri, ular, babi, anjing ...dst.
Di dunia materi ini, hal-hal
yang tidak sesuai dengan akal dan manusia itu, tetap diperlukan oleh manusia
sebagai bekal hidupnya, baik langsung, seperti api, atau tidak langsung,
seperti ular. Tetapi di kehidupan setelah mati, maka yang tidak sesuai dengan
akal dan manusia itu, terlebih sebabnya dan asalnya dimana kedudukannya pasti
lebih tinggi dan kuat, maka akan semakin lebih menyiksanya.
Dan karena hal-hal
yang tidak sesuai dengan akal dan manusia itu adalah wujud-wujud yang tidak
berkesesuaian dengan akal manusia, maka sudah tentu derajatnya dibawah
wujud-wujud yang sesuai dengan akal manusia. Karena itu, Surga berada di atas
Neraka. Artinya, Surga lebih dekat kepada Allah sebagai sumber segala keindahan
dan kesempurnaan, sedang Neraka sebaliknya.
Tetapi kalau dilihat
dari Alam Materi yang berada dibawah keduanya (surga-neraka), maka Neraka
berada setahab di atas wujud Materi, sementara Surga berada di atas derajat
Neraka.
Akal, sebegitu
hebatnya, hingga dapat menerima percikan Cahaya2Nya hingga banyak mengetahui
rahasia alam ini dengan akalnya dalam bentuk akal-gablang atau dalil-gamblang.
Dan Allahpun
merestuinya serta membimbing yang lainnya yang tidak terlalu senang berfikir
keras, dengan ayat2Nya, seperti, QS: 7: 176, dikala Tuhan mensifat orang-orang
sesat yang sudah tentu ahli neraka. Yakni yang masuk ke Neraka karena tidak mau
dinaikkan ke Surga. Dan penyebabnya, karena mereka tidak mau naik dan bahkan
memilih untuk tetap bertahan di bumi/materi. Akhirnya, karena mereka yang
bertahan di bumi ini harus mati, maka tidak ada jalan lain kecuali mereka masuk
ke dalam Neraka yang berada diantara Surga dan Bumi (Alam Materi) tsb:
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ ِ
“Dan kalau Kami menghendaki,
maka Kami angkat –derajatnya- dengannya –ayat2- akan tetapi ia mengekalkan
dirinya ke dunia (memilih dunia) dan mengikuti hawa nafsunya, maka ia seperti
anjing ....”
Begitu pula Tuhan
berfirman:
ثم الجحيم صلوه * ثم في سلسلة ذرعها سبعون ذراعا فاسلكوه
ia ke dalam Jahim –neraka- * Kemudian ikatlah dia
dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta!” (surat Al-Haaqah, 31-32)
Nabi tercinta saww bersabda:
لو أن حلقة واحدة من السلسلة التي طولها سبعون ذراعا،
وضعت على الدنيا لذابت الدنيا من حرها
“Kalau saja satu mata rantainya saja dari rantai yang
panjangnya 70 hasta –yang ada di neraka itu- diletakkan di dunia, maka dunia
ini akan melebur/meleleh karena panasnya.” (Bihaaru al-Anwaar, 8: 280.)
Nabi saww diutus Tuhan untuk menyelamatkan manusia.
Baik manusia ini adalah filosof atau orang biasa. Karena itulah, hakikat2
filosofis disampaikannya dalam bentuk kalimat2 sederhana karena tujuannya
adalah supaya manusia mudah memahaminya dan mudah mengimani dan menjalaninya
hingga mencapai keselamatan dan terangkat ke derajat yang layak. Yaitu Surga
kenikmatan dan, yang terpenting, maqam keridhaan Tuhan.
Dan sudah tentu maqam Surga dan keridhaan ini,
adalah maqam yang sesuai dengan akal manusia. Karena itu, hal2 yang jauh dari
nilai2 akal argumentatif gamblang, akan jauh pula dari maqam tsb. Dan bahkan
sebaliknya, ia adalah kedudukan yang cocok untuk menempati maqam Neraka. Oleh
sebab itulah, gunakanlah akal itu untuk memahami segala hal terutama Tuhan dan
agamaNya, walau mungkin tetap bisa dikatakan relatif, akan tetapi jalan tsb
adalah jalan paling selamat menuju Surga dan keridhaanNya.
Tambahan:
Karena Alam Materi adalah wujud paling rendah, maka
penyintanya adl org2 yang lbh cocok untuk masuk ke Neraka. Karena ia harus
meninggalkan Materi ketika mati, akan tetapi ruhnya tidak bisa naik ke Surga
karena sejak ia masih hidup di dunia tidak mau mengangkat martabatnya.
Sementara yang tidak menyintainya, lbh cocok untuk
masuk ke Surga. Karena dari sejak hidupnya, ia tidak menyintainya dan tidak
menyukai yang bersifat kebumian dan kematerialan. Manusia seperti ini lebih
suka kepada kebenaran akal dan agama serta ke-Maha BenaranNya.
Neraka, sudah tentu memiliki derajat2 yang tidak
terhingga karena penyinta dunia materi ini juga memiliki berbagai tingkatan
yang tidak terhingga (hiperbolik) pula. Sedang Surgapun juga seperti Neraka.
Memiliki derajat2 yang juga bisa dikatakan tidak terhingga. Dimulai dari satu
derajat di atas Neraka, sampai kepada martabat dan maqam menjelang ‘Arsy atau
Akal-akhir, atau bahkan maqam di atas semua itu dimana dikenal dengan Surga
Muqarrabun, atau kenikmatan makhluk-makhluk Akal tsb.
(4). Langit dan Tingkatannya
Akal manusia hanya bisa menjabarkan bahwa Neraka dan
Surga itu memiliki tingkatan2. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa setiap
manusia memiliki karakternya tersendiri yang terbentuk dari perbuatan2nya
dimana satu sama lain pasti berbeda. Dan disebabkan pula oleh kenyataan akan
kembalinya manusia ke arah sebabnya dengan karakter2nya itu. Karena itulah
manusia datang dari wathan atau Negeri asalnya yang bernama Barzakh dalam
keadaan bersih dari pengaruh kebaikan dan keburukan perbuatannya, dan akan
kembali kepadanya dengan masing-masing perbuatannya. Jadi, kembali ke Barzakh
dan dengan amalan2 dan karakter2 yang saling beda itulah yang menjadi salah
satu bukti dari keberadaan tingkatan Surga dan Neraka tsb.
Dan Tuhan serta NabiNya saww, memberikan gambaran
secara global tentang tingkatan2 tsb. Misalnya dengan mengatakan bahwa langit
itu ada tujuh tingkat. Misalnya dalam QS: 23: 86:
قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ
الْعَرْشِ الْعَظِيمِ
“Katakan: ‘Siapa Tuhan ketujuh langit dan Tuhan ‘Arsy
–singgasana- yang agung itu?”
Di ayat ini nampak jelas bahwa ‘Arsy itu di atas
ketujuh langit. Sebagaimana juga telah dijelaskan oleh Nabi saww dalam
peristiwa mi’raj dengan sabdanya:
حملت على جناح جبرئيل حتى انتهيت إلى السماء السابعة
فجاوزت سدرة المنتهى عندها جنة المأوى حتى تعلقت بساق العرش فنوديت من ساق العرش:
إني أنا الله لا ......
“Aku dibawa di atas sayap Jibril as sampai ke langit
ke tujuh, lalu kulewati Sidratu al-Muntahaa yang terdapat surga Ma’waa, hingga
pada akhirnya aku sampai di kaki ‘Asry, kemudian aku diseru: Sesungguhnya Aku
adalah Allah, tiada Tuhan kecuali Aku ...” (Tafsir al-Miizaan, tafsir surat
Isra’)
Secara global Tujuh Langit itu bisa dibagi kepada dua
bagian:
(4-a). Bagian Pertama adalah Langit
Pertama yang biasa disebut dengan Langit Dunia atau Langit Alam Materi. Langit
ini bisa dipahami sebagai akhir Alam Materi atau batas akhir darinya. Allah
berfirman:
إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ
الْكَوَاكِبِ
“Sesungguhnya Kami hiasi Langit Dunia, dengan
keindahan bintang gemintan.” (QS: 37: 6)
(4-b). Bagian ke dua, adalah langit ke
dua sampai langit ke tujuh. Disini hampir dapat dipastikan bahwa yang
dimaksudkan adalah Alan Non Materi. Karena dalam hadits Isra’ Mi’raj, Nabi saww
bertemu dengan nabi Isa as dan Yahya di langit ke dua ini (sebagaimana nanti
akan dijelaskan di kronologis Isra’ Mi’raj insyaAllah).
Dan karena Allah berfirman dalam QS: 53: 14-15:
عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى * عِنْدَهَا جَنَّةُ
الْمَأْوَى
“Di Sidratu al-Muntahaa * Di salamnya terdapat Surga
Ma’wa.”
Dan juga berfirman di QS: 51: 22:
و في السماء رزقكم و ما توعدون
“Dan di langitlah rejeki kalian dan apa2 yang telah
dijanjikan kepada kalian –surga”
Sementara dalam kronologis Isra’ Mi’raj (sebagaimana
yang akan dijelaskan di bawah nanti) dinyatakan bahwa Sidratu al-Muntaha itu
setelah langit ke tujuh, maka dapat dipastikan bahwa Surga itu adalah Wujud
Non Materi dan, sudah tentu Barzakhi, karena masih di bawah ‘Arsy. Dan
batasan akhir surga itulah yang dikatakan dengan Sidratu al-Muntahaa
(sebagaimana akan jelas di kronologis Isra’ Mi’raj nanti).
(5). Kronologis Isra’ Mi’raj
Peristiwa isra’ Mi’raj ini merupakan kejadian yang
tidak bisa diingkari karena terurai dalam al-Qur an dan Hadits2 yang mutawatir,
baik di Syi’ah atau di Sunni. Dalam Tafsir al-Mizaan, karya Allaamah Thaba
Thabai ra telah diriwayatkan hadits yang panjang tentang Isra’ Mi’raj ini.
Karena menerjemahkan secara detail tidak diperlukan untuk bahasan kita ini,
karena bahasan kita ini hanya ingin mengetahui apakah Nabi saww telah melakukan
Isra’ Mi’raj dengan badan atau hanya dengan ruh atau dengan dua2nya atau ada
perincian lain, maka yang perlu sekali di terjemahkan adalah kronologisnya,
bukan dettail2 kejadian dan apa2 saja yang telah dilihat Nabi saww dalam
peristiwa tsb. Karena itu ringkasan kronoligisnya sbb:
(5-1). Datangnya malaikat Jibril as kepada Nabi saww
yang ditemani dengan malaikat Miikaaiil as dan Israafiil as dengan membawa
Buraq.
(5-2). Isra’nya Nabi saww (perjalanan malam) bersama
malaikat Jibril as dari Makkah ke Bait Lahm (tempat lahirnya nabi Isa as) dan
malakukan shalat dua rokaat. Dalam riwayat yang lain, ke Madinah dulu dimana
setelah Nabi saww melakukan shalat dua rokaat sesuai perintahNya, diberitahu
bahwa tempat tsb adalah Madinah yang akan dihijrahi di kemudian hari. Sudah
tentu dalam perjalanan beliau itu, beliau banyak melihat hal2 yang memiliki
makna serta takwilan2. Begitu pula pada perjalanan2 berikutnya. Akan tetapi
saya hindari, supaya catatan ini tidak terlalu panjang.
(5-3). Isra’nya Nabi saww dari Bait Lahm ke Majidi
al-Aqshaa di Palestina dan melakukan shalat dengan para nabi dengan imam
shalatnya beliau sendiri.
(5-4). Mi’raj Nabi saww dari Masjidu al-Aqshaa ke
langit dunia. Di perjalanan ke Langit Dunia ini, beliau banyak menyaksikan
sesuatu yang memiliki makna dan takwilannya.
Di Langit Pertama ini beliau saww melihat Neraka.
Dengan pendekatan yang lalu, dapat ditafsirkan bahwa Neraka yang Non Materi ini
berada di akhir2 Langit Dunia Materi, atau di Awal2 Langt ke dua.
Di Langit Pertama ini juga beliau saww melihat nabi
Adam as. Karena nabi Adam as adalah di alam Barzakh yang non materi dan karena
langit dunia itu dihiasai dengan bintang2, maka dapat dipahami bahwa peristiwa
penyaksian tsb terjadi di penghujung Langit Pertama atau di Awal2 Langit ke
dua. Atau bisa juga dimaknai sebagai batinnya langit pertama. Akan tetapi
tafsiran pertama itu lebih cocok.
(5-5). Meneruskan Mi’raj ke Langit ke dua dimana
bertemu dengan nabi Isa as dan Yahya as.
5-6). Meneruskan perjalan Mi’raj beliau saww ke Langit
ke tiga dimana beliau saww bertemu dengan nabi Yusuf as.
(5-7). Meneruskan Mi’raj ke Langit ke empat dimana
beliau saww bertemu dengan nabi Isdriis as.
(5-8). Meneruskan Mi’raj ke Langit ke lima dimana
beliau saww bertemu dengan nabi Harun as.
(5-9). Meneruskan
Mi’raj ke Langit ke enam dimana beliau saww bertemu dengan nabi Musa as.
(5-10). Meneruskan
Mi’raj ke langit ke tujuh dimana beliau saww bertemu dengan nabi Ibarahim as.
(5-11). Meneruskan
Mi’raj sampai ke Baitu al-Ma’muurdan melakukan shalat.
(5-12). Menerruskan
Mi’raj sampai ke Kautsar (telaga di surga).
(5-13). Meneruskan
Mi’raj hingga memasuki surga.
Perlu diketahui bahwa
kronologis di atas itu berdasarkan pada lahiriah riwayatnya yang, kemungkinan
besar memang tidak ingin mendetailkan semuanya karena tidak dianggap perlu.
Karena itu, bisa saja Ruh2 nabi yang ditemui oleh Nabi saww itu menunjukkan
derajat2 surga mereka, atau bisa saja dalam penyambutan mereka terhadap Nabi
saww.
Bisa saja Ruh para
Nabi saww itu memang belum masuk ke surga dengan sebenar-benarnya karena kiamat
dan hisab atau hari perhitungan, sebagai syaratnya masuk surga secara hakiki,
blm tiba.
Untuk masalah Baitu
al-Ma’muur terdapat banyak riwayat. Diantaranya mengatakan suatu tempat di
Langit Dunia, ada juga yang megatakan di Langit ke Empat. Akan tetapi di hadits
Isra’ Mi’raj di atas (yang saya ringkas dalam bentuk kronologis itu) nampak
bahwa Baitu al-Ma’muur itu setelah Langit ke tujuh.
Perbedaan itu bisa
disebabkan kesalahan penukilan. Intinya, bisa menguatkan perkiraan ke dua di
atas (bahwa Langit ke dua sampai dengan Langit ke tujuh itu, merupakan
tingkatan barzakh atau tengah antara dunia dan surga sesungguhnya). Dengan
demikian, maka surga itu sangat mungkin setelah Langit ke tujuh.
Apapun itu, apakah
Surga itu di Langit ke dua, atau setelah Langit ke tujuh, maka tetap merupakan
Wujud Non Materi Barzakhi.
Akan tetapi tidak bisa
juga menafikan kemungkinan lain yang mengatakan bahwa surga itu memang sejak
dari Langit ke dua, karena adanya riwayat2 yang menerangkan bahwa nabi Ibrahim
as, di Surga, bersama anak2 kaum mukminin yang mati masih kecil.
Jalan paling
bijaksana, adalah bahwa mereka di surga dalam artian belum seutuhnya. Hal itu
karena surga seutuhnya itu hanya akan dimasuki oleh manusia setelah kiamat tiba
dan selesai hisab di padang Makhsyar kelak telah selesai dilakukan. Jadi, dari
satu sisi mereka tidak di surga, tetapi dari sisi lainnya mereka di dalam
surga.
(5-14). Menruskan
Mi’raj sampai ke Sidratu al-Muntahaa. Yakni akhir Surga dan Awal ‘Arsy yang
disebut dalam hadits sebagai Kaki ‘Arsy. Nabi saww bersabda:
و انتهيت إلى سدرة المنتهي ............. فكنت منها كما قال الله تعالى "قاب قوسين أو أدنى" فناداني
“.... dan aku berhenti
di Sidratu al-Muntaha. ..... maka aku kala itu seperti yang dikatakan Tuhan:
‘Sedekat dua busur atau lebih dekat lagi –dengan Tuhan.’.”
(5-15). Mendapat
perintah shalat 50 kali. Lalu dengan tawassulnya nabi Musa as kepada nabi
Muhammad saww untuk kaum mukminin yang merupakan umat Nabi saww, dan dengan
diterimanya tawassul itu oleh Nabi saww, maka pada akhirnya Nabi saww
mensyafaati kita (kaum muslimin) hingga meminta keringanan kepada Allah swt.
Pada permintaan
pertama itu diturunkan 10 shalat. Lalu peristiwa itu terulang lagi, hingga
akhirnya hanya tinggal sepuluh shalat saja. Lalu setelah itu permohonan
keringanan itu terulang lagi dan akhirnya diturunkan lagi hingga yang tersisan
hanya lima shalat. Sudah tentu dengan pahala yang 50 shalat, karena Tuhan dalam
QS: 6: 160, berfirman:
“Barang siapa berbuat
kebaikan, maka ia akan mendapatkan sepuluh kali lipatnya.”
Rincian dan filsafat tentang
tawar menawar shalat ini, mesti dibahas dalam topik tersendiri yang, sepertinya
saya sudah pernah menjelaskan dan menuliskannya.
Hasil
Kesimpulannya:
(1). Dengan berbagai
mukaddimah dan keterangan di atas itu, dapat disimpulkan bahwa Isra’ Nabi saww
dilakukan dengan Ruh dan Badan beliau saww. Begitu pula Mi’raj beliau yang ke
Langit Pertama atau Langit Dunia.
(2). Sedang Mi’raj
beliau saww dimulai dari Langit ke dua, atau akhir Langit pertama, ke
seterusnya, dan dilakukan beliau dengan Ruh saja. Akan tetapi bukan berarti
lepas dari badan. Melainkan persis dengan perjalanan ruhani manusia yang
menjalani hidup takwa dan irfan yang tinggi atau perjalanan ruhani orang mukmin
sejati yang melakukan shalat dengan khusyu’ karena disebutkan dalam hadits
bahwa shalat itu mi’rajnya mukmin.
Perjalanan ruhani ini
dapat diyakini keruhaniahannya karena yang didatangi, seperti para nabi as dan
Neraka serta Surga, adalah wujud-wujud non materi sebagaimana maklum. Karena
itulah perjalanan badani Nabi saww hanya berakhir di akhir Dunia Materi ini.
Dan selanjutnya perjalanannya diteruskan dengan ruhani.
Artinya, ruhani Nabi
saww yang Daya Tambang, Nabati dan Hewaninya, tetap mengurusi perputaran
badaniah beliau, sementara Daya Akalnya, terus melesat sampai ke Sidratu
al-Muntahaa tsb, tanpa adanya saling ganggu antara Ruh beliau yang Daya Akal
dengan Ruh beliau yang Daya di bawahnya itu. Persis seperti ketika Nabi saww
melakukan shalat di dunia ini, dimana Ruh Daya Tambang, Nabati dan Hewaninya
tetap mengatur mobilitas badannya, sementara Ruh bagian Daya Akalnya melesat ke
Sidratu al-Muntahaa.
Dan ingat, karena Ruh
manusia itu satu dan non materi, maka Daya2 tadi tidak dalam bentuk
bagian-bagian dan petakan2. Akan tetapi ia benar2 berupa satu wujud yang non
materi dan tak berbagi, namun dapat mengatur dirinya baik di tingkatan badaniah
dan akliahnya secara rapi dan teratur tanpa adanya saling ganggu. Tentu saja,
tarik menarik di antara Daya2 itu tetap ada, manakala manusia belum menempati
posisi Fana’ atau setidaknya belum menempati maqam Mati Sebelum Mati.
(3). Sedang pendapat
yang mengatakan bahwa sejak dari Isra’nya saja sudah dilakukan Nabi saww dengan
ruh saja, maka hal ini tidak perlu banyak ditanggapi. Karena Isra’ Mi’raj ini
termasuk dalam katagori Mu’jizat dimana perlu kepada perjalan badani. Karena
perjalanan ruhani bukanlah mu’jizat yang dapat mencengangkan pada Kuasa Tuhan
dan Kebenaran Nabi saww.
Catatan:
(1). Terdapat
perbedaan dalam waktu terjadinya Isra’ Mi’raj ini. Yang dikuatkan di madzahab Syi’ah
adalah tgl 17 Ramadhan.
Dan di Sunni lebih
menguatkan tgl 27 Rajab.
(2). Di Syi’ah,
kejadian Isra’ Mi’raj ini terjadi sebanyak dua kali (setidaknya).
Wassalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar