Penjelasan KitabuLLAH terdapat empat bentuk’ pertama
IBARAT ,ISYARAT, KELEMBUTAN dan HAKIKAT, Oleh Ustad Sinar Agama
Anggelia Sulqani Zahra:
Assalamualaikumustad..
Mohon penjelasan tentang perkataan Imam Husein as sbb:
KitabuLLAH terdapat empat bentuk’ pertama IBARAT ,ISYARAT, KELEMBUTAN dan
HAKIKAT,
IBARAT diperuntukan bagi orang-orang awam…
ISYARAT untuk kaum hawas...
KELEMBUTAN bagi para wali dan
HAKIKAT bagi para Nabi Terima kasih atas bimbingannya…
Sinar Agama :
Salam dan trims pertanyaannya:
(1). Seperti lahiriah kalimat di atas, ibarat adalah lahiriah
kalimat-kalimat Qur an. Dalam istilah agama atau ushulfiqih dikatakan
sebagai zhaahir. Yaitu lahiriah dari kalimat-kalimat Qur an atau
hadits. tetapi yang dimaksudkan di hadits ini, adalah lahiriah kalimat Qur an.
Sebagaimana dimaklumi, setiap percakapan dan tulisan, sudah pasti memiliki
makna yang langsung dimengerti oleh yang diajak bicara atau yang dituju oleh
suratnya, seperti tulisan-tulisanku ini.
Misalnya, kata "air". Kalau antum mendengar saya mengatakan air,
maka sudah pasti pikiran antum lari kepada maknanya. Sekalipun ia memiliki
banyak makna, tetapi yang datang ke pikiran antum adalah makna yang lahiriah.
Makna ini akan mengalahkan makna lain-lainnya. Karena itu, karena yang datang
pada antum adalah air-biasa, maka makna lahiriah atau makna ibarat dari kata-kata
air itu adalah air biasa tersebut.
Beda kalau kata-kata air itu saya kondisikan pada kalimat tertentu,
misalnya: "Rumahku hanyut dibawa air". maka lahiriah kata air disini
sudah tentu air sungai. Jadi, setiap kata, atau kata dalam kalimat, sudah pasti
memiliki makna utama yang diinginkan, yaitu makna tercepat yang datang kepada
akal pendengarnya. Inilah yang disebut dengan makna ibarat atau lahiriah atau
zhaahir.
(2). Sebagaimana diketahui, bahwa Qur an itu bukan
kalimat-kalimat orang biasa, ia merupakan kalimat-kalimat
Tuhan. Terlebih lagi kita semua tahu, bahwa Qur an itu memiliki bahasa sastra
yang tinggi yang menjadi mukjizatnya sampai hari kiamat. Sastra, adalah suatu
kata atau kalimat, yang memiliki sejuta maksud dibalik lahiriahnya. Semankin
banyak maknanya maka semakin tinggi sastranya.
Nah, karena itulah, para imam as mengatakan bahwa Qur an itu memiliki 7
batin makna dan setiap batin maknanya memiliki tujuh batin lagi.
Nah, isyarat yang dimaksud di hadits di atas itu, adalah makna batin dari
ayat-ayat tersebut. tetapi makna batin yang tidak terlalu dalam. tetapi sudah
cukup hebat tentunya, terlebih kalau dibanding dengan makna lahir.
Misalnya, kata "air", atau "Rumahku hanyut dibawa air".
Dalam makna lahir, maka jelas maknanya seperti yang sudah dijelaskan di atas.
tetapi makna batinnya, bisa seperti: "ilmu" atau
"ramhat".Karena itu di kalimat di atas ini, bisa diartikan:
"Ilmu yang kudapatkan bgt pentingnya hingga kecintaanku pada rumahku sudah
menjadi lenyap".
Isyarat, bisa dikatakan makna batin yang di awal-awalnya. Yaitu untuk
khaash atau sedikit orang.
(3). Sedang Lithaafah atau kelembutan, adalah makna batin yang lebih dalam
lagi. Karena itu, kata-kata "air" bisa memberikan makna lain
yang lebih dalam, misalnya, tajalli asma-asma Sifat Tuhan. Karena
itu bisa bermakna: "Dengan tajalli Allah yang diinayahkan kepadaku, maka
rumahku sudah hanyat dibawanya." Artinya, seperti datangnya nabi Yusuf as
kepada para wanita Mesir yang karenanya lupa akan badan sendiri dan mengiris-ngiris
tangannya tanpa rasa.
(4). Sedang makna hakikat, adsalah yang lebih dalam lagi. Misalnya air itu
sudah berupa curahan tajalli Allah dan bukan tajalli sifat-sifatNya. Karena itu
kalimat di atas itu akan menjadi: "Dengan tajalli Tuhan, maka jangankan
rumah, tetapi semua selainNya sudah lenyap ditelan tajalliNya tersebut."
Catatan:
1- Contoh-contoh di atas itu, hanya sebagai permisalan dan pendekatan,
bukan yang semestinya. Karena yang semestinya, harus diambil keterangannya dari
para maksumin itu sendiri.
2- Makna hakikat yang untuk pada nabi as itu, sudah tentu juga untuk maqam
imamah. Karena sebagaimana maklum, maka imamah ini lebih tinggi dari maqam
kenabian. Dan sudah tentu kenjang Nabi saww itu, bukan hanya imam seperti nabi
Ibrahim as, tetapi paling tingginya para imam.
3- yang bukan khaash atau yang khaash atau yang wali, bukan tidak bisa
mengerti yang lebih tinggi tersebut. tetapi harus melalui penjelasan yang lebih
tinggi.
4- Orang yang tidak maksum, setiap merasakan bahwa ia memahami yang khaash
atau yang isyaraat atau yang diatasnya seperti Kelembutan, maka tidak boleh
dengan serta merta mendakwa diri telah memahminya dan mengikuti pandangannya
itu. Jadi, harus disaring dulu dengan dalil-dalil akliah dan ditimbang dulu
dengan makna lahiriahnya.
5- Makna batin, tidak bertentangan dengan makna lahir, tetapi merupakan
pendalamannya saja. Jadi, setiap makna batin, harus diukur kebenarannya dengan
makna lahir. Jadi, tidak boleh seseorang menafsir air dengan makna-makna yang
tidak biasa dipakai dalam makna batin oleh pengguna bahasa tersebut, kecuali
kalau maksum as sendiri yang menjelaskannya.
6- Makna batin juga tidak boleh bertentangan dengan akal. tetapi akal yang
akal, yakni yang argumentatif, bukan akal-akalan seperti akalnya wahabi.
wassalam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar