Pada awalnya aku adalah orang mengingkari kondisi spiritual
orang-orang shaleh dan derajat-derajat yang dicapai oleh para ahli
makrifat. Hal ini terus berlanjut sampai akhirnya aku bergaul dengan
Mursyid-ku, Yusuf an Nasaj.
Dia
terus mendorongku untuk melakukan mujahadah, hingga akhirnya aku memperoleh
karunia-karunia ilahiyah. Aku dapat melihat Allah dalam mimpi. Dia
berkata kepadaku, “wahai Abu Hamid, tinggalkanlah segala kesibukanmu.
Bergaullah dengan orang-orang yang telah Aku jadikan tempat untuk pandangan-Ku
di bumi-Ku. Mereka adalah orang-orang yang menggadaikan dunia dan akhirat karena
mencintai Aku.” Aku berkata, “Demi kemulyaan-Mu, aku tidak akan melakukannya
kecuali Engkau membuatku dapat merasakan sejuknya berbaik sangka kepada
mereka.”
Allah
berfirman, “Sungguh Aku telah melakukannya. Yang memutuskan hubungan antara
engkau dan mereka adalah kesibukanmu mencintai dunia. Maka keluarlah dari
kesibukanmu mencintai dunia dengan suka rela sebelum engkau keluar dari dunia
dengan penuh kehinaan. Aku telah melimpahkan kepadamu cahaya-cahaya dari
sisi-Ku Yang Maha Suci.” Aku bangun dengan penuh gembira. Lalu aku mendatangi
Syekh-ku, Yusuf an Nasaj, dan menceritakan tentang mimpiku itu. Dia tersenyum
sambil berkata, “Wahai Abu Hamid, itu hanyalah lembaran-lembar an yang
pernah kami peroleh di fase awal perjalanan kami. Jika engkau tetap bergaul
denganku, maka matahati mu akan semakin tajam.”
kutip
dari buku Abdul Qadir Isa, Hakikat Tasawuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar